Kamis, 12 Jumadil Akhir 1446 H / 8 Februari 2024 20:13 wib
30.527 views
Benarkah Majelis dan Jamaah Ustad Agam Dinilai Remeh?
Oleh: Aily Natasya
Sedang hangat diperdebatkan mengenai ceramah Ustad Agam yang dianggap dangkal karena hanya selalu membicarakan topik percintaan, padahal di dalam Islam banyak hal yang harus dipelajari. Jamaahnya pun dianggap hanya datang ke kajian untuk melihat paras Ustad Agam, alih-alih menuntut ilmu.
Sebenarnya, asumsi-asumsi tersebut remeh, namun bisa mengurangi semangat seseorang untuk datang ke majelis ilmu. Karena kalau mau mengkritik ustad yang memberi kajian itu boleh-boleh saja, namun tidak jika kepada jamaahnya. Apalagi kritikannya hanya didasari oleh asumsi semata.
Walaupun bisa dibuktikan dari banyaknya video yang diunggah, yang memuji ketampanan beliau, namun tetap saja kita tidak pernah isi hati yang paling dalam manusia. Karena banyak juga yang membagikan perasaan lega dan syukur mereka setelah datang ke majelis beliau. Dan juga, dari ratusan jamaah itu, hanya karena beberapa orang yang memuji beliau tampan, bukan berarti majelisnya jadi tidak bermutu. Bagaimana pun, niat awal majelis ini diadakan adalah untuk dakwah.
Warna-warna dakwah
Seperti berbisnis, berdakwah juga punya target pasarnya. Indonesia memiliki banyak sekali Ustad yang berdakwah dengan karakter dan gaya yang berbeda-beda. Ada yang tegas, ada yang serius, ada yang lemah lembut, ada yang lucu, ada juga yang gaul. Ada yang fokusnya di sejarah Islam, kesehatan ala Nabi, politik Islam, sedekah, nafsiyyah, fikih, tafsir, akidah, rumah tangga, dan banyak lagi lainnya.
Semua punya target jamaahnya masing-masing karena mereka pun mendalami ilmu yang berbeda-beda. Ada yang cocok dengan ibu-ibu, bapak-bapak, anak muda, anak pesantren, anak yang sekolah umum, dan lain-lain. Jadi kenapa membanding-bandingkan majelis mana yang terbaik? Apalagi dengan merendahkan jamaah lain pula. Sungguh tak elok!
Selain majelis, ada juga dakwah yang bentuknya seperti film, video komedi, tulisan seperti buku, artikel, quotes, dan banyak lagi. Jadi jangan meremehkan bentuk-bentuk dakwah itu. Itu adalah usaha-usaha yang juga insyaa Allah niatnya diakui oleh Allah.
Jika suatu pembahasan di majelis tersebut atau ustadnya tidak cocok dengan kita, jangan hujat ustadnya apalagi jamaahnya. Kita tinggal cari majelis yang memang cocok dengan kita. Contoh, kita ingin majelis yang lebih rumit dan dalam pembahasannya, maka bisa hadir di majelisnya Ustad Adi Hidayat.
Para Jamaah yang hadir di mejelis Ustad Agam juga bisa jadi sama. Mereka merasa relate dengan temanya, makanya memilih untuk hadir. Dan memang, target dakwah Ustad Agam itu para remaja yang galau akan dunia percintaannya. Karena memang, di zaman yang sedang marak-maraknya aktifitas pacaran kajian-kajian dengan tema ini harus ada.
Di luaran sana banyak sekali seminar-seminar tentang kajian yang menganjurkan pacaran sebelum menikah. Lantas mengapa bahasan seperti cinta yang harus dikelola dengan aturan Islam malah dipermasalahkan?
Jika benar ingin mengkritik terkait jamaah-jamaah yang sengaja datang ke majelis hanya karena ingin melihat wajah tampannya Ustad Agam, bukan ceramahnya, maka kritiklah dengan baik, bukan malah merendahkan dan meremehkan.
Cukup dengan saran seperti, “Alangkah baiknya jika Ustad Agam ceramah di publik tapi ditutupi dengan tirai. Jadi jamaah bisa tetap mendengarkan ceramahnya tanpa harus memandang wajahnya yang dikhawatirkan bisa mengundang syahwat,” atau mungkin saran lain dari permasalahan yang dimaksud. Wallahua’lam. (rfr/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!