Rabu, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 4 Februari 2015 13:00 wib
7.529 views
Mencermati Skenario Dibalik Pelarangan Guru Agama Asing di Indonesia
Revisi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terhadap Permenaker Nomor 40 Tahun 2012 tentang pelarangan masuknya tenaga kerja asing (TKA) yang berprofesi sebagai pengajar agama menimbulkan berbagai tanggapan yang berbeda.
Menurut Menaker, keputusan untuk merevisi permenaker tersebut adalah sebagai salah satu upaya untuk menangkal radikalisme agama yang ditengarai dibawa oleh tenaga kerja asing (TKA), untuk itu ada pelarangan TKA yang terkategori profesi sebagai guru dan dosen teologi dari semua agama. Ia mengatakan, radikalisme agama apapun harus dicegah sehingga anak-anak Indonesia dapat memperoleh pendidikan agama sesuai dengan kultur Indonesia dan kebhinekaan Indonesia, (ROL, 31/12/2014).
Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Menaker, pimpinan Pondok Pesantren Modern Al-Aqsha Sumedang, KH Mukhlis Aliyudin, menolak dengankeras revisi pemerintah tersebut (ROL). Beliaumenyampaikan bahwa pengajaran agama mutlak merupakan bagian dari dakwah. Dan dakwah sejatinya bukan hanya untuk orang Indonesia saja, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW beserta para sahabat.Sehingga, apa yang dilakukan oleh Kemenaker bisa dianggap sebagai aktivitas yang menghalangi dakwah Islam di negara yang mayoritas penduduknya muslim, Kamis (8/1).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi yang mengatakan bahwa pemerintah sudah salah kaprah soal pelarangan guru agama asing. Muhyiddin mengatakan, bila guru agama asing membawa ajaran radikalisme mereka bukanlah guru agama.Ia menambahkan, dengan adanya pelarangan bagi TKA ini seakan-akan pemerintah berpandangan bahwa guru agama asing adalah orang yang ada di balik paham radikalisme.
Padahal menurutnya, radikalisme lebih banyak disebarkan oleh orang-orang yang bekerja di Indonesia namun bukan sebagai guru agama melainkan sebagai tenaga ahli. Oleh karena itu ia menghimbau agar pemerintah tidak membuat kebijakan yang kontraproduktif yang dapat meresahkan masyarakat, (8/1).
Terlepas dari berbagai pihak yang menanggapi revisi pemerintah tersebut, pelarangan terhadap masuknya TKA yang berprofesi sebagai guru agama ke Indonesia tentu menimbulkan banyak pertanyaan dan dugaan. Meskipun Menaker sudah memberikan penjelasan tentang alasan revisi permenaker tersebut, yaitu untuk mencegah masuknya paham-paham radikalisme yang ditengarai dibawa masuk oleh guru agama dari asing, akan tetapi alasan ini terkesan terlalu mengada-ada dan mencari-cari kambing hitam bagi kemunculan paham radikalisme di Indonesia.
Olehkarena itu, jika bukan karena isu radikalisme, ada apa sebenarnya di balik pelarangan tersebut?
Islamophobia
Merujuk kepada wikipedia, Islamophobia adalah prasangka dan diskriminasi pada Islam dan kaum muslimin.Pada tahun 1997 Runnymede Trust seorang berkebangsaan Inggris mendefinisikan bahwa Islamofobia adalah rasa takut dan kebencian yang amat mendalam terhadap agama Islam dan seluruh kaum muslimin. Ia mengatakan bahwa kebencian tersebut termasuk pada praktik diskriminasi terhadap muslim dengan memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan bangsa. Di dalamnya juga terdapat persepsi bahwa Islam tidak mempunyai norma yang sesuai dengan budaya lain, lebih rendah dibanding budaya barat dan lebih berupa ideologi politik yang bengis dan radikal daripada berupa sebuah agama.
Istilah Islamophobia sudah ada sejak tahun 1980 tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa serangan di gedung WTC pada 11 September 2001. Berbagai cap negatif kemudian muncul dan dilekatkan pada tubuh umat Islam, diantaranya (1) Islam adalah agama radikal, bengis dan sadis (2) Islam adalah agama yang diskriminatif terhadap wanita (3) Islam adalah agama yang ketinggalan jaman dll.
Persepsi-persepsi buruk terhadap Islam ini kemudian diperluas oleh peran media masa Barat yang sering membuat opini dan pemberitaan yang menyudutkan Islam dengan melontarkantuduhan-tuduhan yang sangat keji dan berbasis prasangka. Media masa barat juga menggunakan standar ganda untuk mendeskriditkan Islam dalam pemberitaannya.
Ketika ada seorang muslim melakukan tindak kriminal maka media Barat langsung menghubungkan tindakan tersebut dengan aksi terorisme. Mereka juga sering melakukan generalisasi yang lebih luas, misalnya aksi tersebut dihubungkan dengan ajaran Islam seperti jihad, syariah dan khilafah. Namun mereka tidak melakukan hal yang sama jika pelakunya adalah orang Barat sendiri.
Akibat dari meluasnya Islamophobia adalah semakin menguatnya cap negatif terhadap Islam dan kaum muslimin. Ajaran Islam diidentikkan dengan kekerasan dan terorisme yang dapat menimbulkan keresahan, kekacauan,dan bahaya desintegrasi bangsa.
Dengan kata lain, jika Islam dan ajarannya ada di tengah-tengah umat maka akan berpotensi memecah belah bangsa dan mengancam kedaulatan negara. Dan hal ini sangat berbahaya. Oleh karena itu setiap celah/lobang yang berpotensi dapat menjadi jalan bagimasuknya Islam dan ajarannya harus disumbat dan dihilangkan, termasuk dari tenaga kerja asing.
Dan ini pulalah rupanya yang terjadi di kementrian ketenagakerjaan kita. Tergerus oleh arus Islamophobia.Indikasinya adalah, meskipun pelarangan TKA tersebut ditujukan untuk semua agama, akan tetapi mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, sehingga tidak ada alasan lain di balik pelarangan tersebut kecuali diarahkan pada guru agama Islam.
Pelarangan ini seolah-olah memposisikan Islam dan ajarannya sebagai sumber pembawa masalah, pembawa malapetaka dan pembawa ajaran radikalisme yang membahayakan bagi bangsa dan negara, padahal belum terbukti kebenarannya. Karenanya kebijakan yang diambil oleh Kemenaker tersebut tampak seperti sebuah kebijakan yang dipaksakan oleh pesanan Barat yang sangat takut terhadap gerakan dakwah Islam di negeri ini
Radikalisme, Strategi Barat Membendung Islam Ideologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan makna etimologi radikal adalah secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip). Sedangkan radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik.
Sehingga dari definisi ini, dapat dipahami bahwa radikalisme mengacu pada dua hal, yaitu (1) paham yang mengajarkan perubahan mendasar dan (2) cara memperjuangkannya dengan jalan kekerasan. Radikalisme ada dua bentuk yaitu radikalisme pemikiran (yaitu fundamentalisme) dan radikalisme tindakan (yaitu terorisme). Ketiga istilah ini –radikalisme, fundamentalisme dan terorisme- saling bercampur dan sering dipertukarkan satu sama lain.
Kini, kata radikal menjadi istilah politik yang cenderung multi tafsir, bias dan sering digunakan sebagai alat penyesatan atau stigma negatif lawan politik. Istilah radikal kemudian menjadi alat propaganda yang digunakan untuk kelompok atau negara yang berseberangan dengan ideologi dan kepentingan Barat.
Julukan Islam radikal kemudian digunakan secara sistematis terhadap pihak-pihak yang menentang sistem ideologi Barat (kapitalisme, sekulerisme dan demokrasi), yang ingin memperjuangkan syariah dan Khilafah Islam, yang menolak sekulerisme, yang mengiginkan eliminasi negara Yahudi,dan melakukan jihad melawan Barat. Sebaliknya, kelompok-kelompok Islam yang mendukung ide-ide Barat seperti Demokrasi, HAM, pluralisme dsb disebut sebagai kelompok Islam moderat.
Demikianlah, Barat telah menjadikan umat Islam terkotak-kotak berdasarkan keberpihakanmereka terhadap ide-ide Barat. Tujuan dari pengkotak-kotakkan ini adalah untuk memecah belah umat, sebab Barat memiliki ketakutan yang luar biasa terhadap kesatuan umat Islam. Karenanya, penting bagi Barat untuk melakukan politik pecah-belah ini, sehingga ketika kesatuan umat lemah maka akan sangat mudah bagi Barat untuk menghancurkan umat Islam.Sebab, pasca keruntuhan Komunisme, satu-satunya ideologi yang menjadi ancaman paling menakutkan bagi dunia Barat adalah Islam.
Penggunaan Istilah radikalisme akan menyebabkan benturan dan penolakan antara kelompok Islam yang diberi label moderat dengan kelompok Islam yang diberi label radikal. Barat dengan antek-anteknya membuat sebuah skenario untuk menjebak kelompok-kelompok Islam yang telah mereka kotak-kotakkan dengan berbagi isu dan tuduhan. Sehingga antara satu kelompok dengan kelompok lain akan saling berbenturan dan menyerang.
Akibatnya konsentrasi umat teralihkan dan mereka disibukkan oleh berbagai aktifitas untuk melakukan pembelaan terhadap kelompok masing-masing.Dan pada sisi yang lain mereka terpalingkan dari aktifitas utama seorang muslim untuk mengupayakan kembali tegaknya syariat Islam di muka bumi ini. Dan inilah yang dikehendaki oleh Barat.
Islam Rahmatan lil ‘Alamin
Allah SWT berfirman “Tiadalah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam”QS. 21:107. Ayat ini merupakan jaminan dari Allah, sang Kholiq pencipta alam semesta, bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW (yang tidak lain merupakan seperangkat aturan untuk mengatur seluruh aspekkehidupan manusia) jika diterapkan secara total dan benar, pasti akan membawa rahmat bagi manusia dan seluruh alam.
Menurut beberapa ulama tafsir, rahmat dan manfaat dari diutusnya Rosulullah SAW dapat dirasakan tidak hanya bagi kalangan muslim tetapi juga bagi non muslim. Jika Islam diterapkan sesuai kapasitasnya sebagai sebuah ideologi dan aturan kehidupan secara total, artinya seluruh hukum Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, dan secara benar, artinya sesuai dengan mekanisme yang memang telah digariskan oleh Allah SWT dan RosulNya, yakni melalui institusi negara (Daulah Islamiyah/khilafah Islamiyah) maka kesejahteraan dan kemakmuran dapat dirasakan oleh semua pihak; manusia dan alam semesta.
Berikut ini beberapa aturan Islam yang membuktikan bahwa Islam merupakan ideologi penebar rahmat:
- Islam memperlakukan muslim dan non muslim secara adil. Ketika Islam diterapkan dalam sebuah negara, islam tidak akan memaksa non muslim untuk masuk Islam, tidak akan memberangus tempat peribadatan mereka. Islam membiarkan non muslim hidup berdampingan dengan muslim. Tidak ada diskriminasi terhadap non muslim. Harta, darah dan kehormatan mereka terjaga sebagaimana warga negara yang muslim.
- Islam menjamin kesejahteraan masyarakat (baik muslim maupun non muslim) Negara (khilafah) adalah pelindung dan pengatur urusan umat, karenanya seluruh kebutuhan umat (baik muslim atau non muslim) akan menjadi prioritas utama untuk dijamin oleh negara, baik kebutuhan sandang, pangan dan perumahan. Tidak ada diskriminasi.
- Islam memerintahkan untuk memelihara jiwa. Dalam QS. 5:33 Allah SWT mengharamkan segala perkara yang menyebabkan rusaknya nyawa seseorang, baik muslim atau non muslim kecuali udzur syar’i. Karenanya, dalam Islam nyawa seseorang betul-betul dijaga dan dilindungi, tidak gampang menghilangkan nyawa orang lain.
- Futuhat (penaklukan) dalam islam berbeda dengan isti’mar yang dilakukan Barat Penaklukan yang dilakukan oleh Islam bertujuan untuk menghilangkan kekufuran dan kemaksiatan yang dilindungi oleh suatu negara. Selanjutnya negara yangsudah ditaklukkan akan diintegrasikan dengan Daulah Islamiyah tanpa membedakan ras, asal-usul dsb. Mereka disatukan untuk kemudian dimajukan dan disejahterakan, tidak ada diskriminasi dan penganaktirian antara satu wilayah dan wilayah yang lain. Hal ini berbeda dengan penjajahan Barat yang setiap kali menaklukkan suatu wilayah pasti mereka akan mengeksploitasi sumber daya alam, menindas penduduk setempat dan mengebiri seluruh hak dasar penduduk.
- Islam melarang membunuh anak-anak, para wanita dan orang tua dalam perang. Setiap kali Rosulullah mengutus panglima perang ke medan pertempuran, beliau senantiasa mengingatkan untuk tidak membunuh anak-anak, para wanita dan orang tua (Ath-Thabari, Tarikh ath-Thabari, II/190)
Aturan di atas adalah secuil gambaran tentang beberapa pengaturan dalam Islam. Namun, walaupun secuil tampak jelas tergambar bagaimana rahmat dan kesejahteraan kehidupan yang diatur oleh aturan Islam. Tidak tergambar sedikit pun Islam yang radikal, Islam yang bar-bar, Islam yang diskriminatif, Islam yang kejam dsb.
Sehingga apa yang dituduhkan dan ditakutkan oleh beberapa kalangan terhadap Islam, itu semua adalah fitnah yang keji yang bersumber dari asumsi tanpa bukti. Oleh karena itu seluruh kaum muslimin harus selalu bersikap waspada dan analitis terhadap berbagai skenario yang dirancang oleh Barat yang bertujuan untuk menyerang dan menghancurkan Islam.
Umat Islam tidak boleh terjebak oleh agenda-agenda barat yang dikemas secara cantik tapi berisi racun yang mematikan, tidak boleh terseret oleh logika berfikir barat yang merusak dan menyesatkan. Karenanya penting sekali untuk selalu fokus pada aktifitas upaya mengembalikan kembali hukum-hukum Allah SWT di muka bumi ini melalui penegakkan syariah-khilafah. Hanya dengan tegaknya syariah dan Khilafahlah umat Islam saat ini akan terlindungi dari berbagai fitnah, terjaga kehormatannya, dan terjamin kesejahterannya. Wallahu’alam. [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Reny Widya Widati, Sp (Pengajar MAN 1 Tulungagung dan Aktif di Muslimah Hizbut Tahrir DPD 2, Tulungagung)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!