Senin, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 6 Mei 2019 23:19 wib
6.482 views
Harga Pangan Melejit, Rakyat Makin Menjerit
MENJELANG awal Ramadhan pekan ini, beberapa harga kebutuhan bahan pangan makin melejit naik. Kenaikan tertinggi pada harga bawang putih yang sudah tembus mencapai Rp 100.000 per kilogramnya. Menurut pengakuan para pedagang dibeberapa daerah, kenaikan harga bawang putih tersebut karena mengalami kekurangan stok ditingkat petani. Kenaikan harga bawang putih diketahui terjadi hampir di seluruh wilayah. Dan Pemerintah telah mencari upaya mengendalikan kenaikan harga bawang putih yang terjadi saat ini.
“Kementerian Pertanian (Kementan) baru saja merilis terbitkan rekomendasi impor bawang putih. Targetnya untuk mengamankan pasokan dan menstabilkan harga bawang putih nasional terutama saat puasa dan lebaran tahun ini”, kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Holtikultura, Direktorat Jenderal Holtikultura Kementan, Yasid Taufik di Belitung , Jum’at (3/5/2019). Dia menjelaskan rekomendasi impor tersebut dikeluarkan bagi pelaku usaha yang secara aktif dan kooperatif melaksanakan kewajiban tanamnya sesuai aturan.
Yasid menambahkan dalam waktu dekat pasokan bawang putih nasional akan segera digelontorkan setidaknya 60ribu ton dari china, sudah mulai masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Jumlah ini merupakan rangkaian realisasi pemasukan 115 ribu ton bawang putih sesuai persetujuan impor dari kemendag.
Adanya Kenaikan beberapa harga bahan pangan saat ini yang semakin sulit untuk dijangkau tentunya akan menimbulkan keresahan masyarakat, terlebih para ibu-ibu yang setiap hari harus berkutat dengan urusan dapur tentu akan dituntut semakin ekstra hati-hati dalam mengatur keuangan rumah tangganya. Apalagi saat menghadapi bulan ramadhan, rakyat yang selama ini hidupnya sudah susah pastinya akan makin bertambah susah dalam pemenuhan berbagai kebutuhan hidup.
Jika dicermati, akar masalah yang dijadikan sebagai alasan impor pangan sesungguhnya bukan semata soal kelangkaan barang. Tapi soal kegagalan negara dalam mewujudkan daulat pangan dan kesemrawutan distribusi yang berhubungan dengan maraknya praktik spekulan dan kartel serta tingkat daya beli masyarakat yang masih rendah. Problem masalah ketahanan pangan di Indonesia ini memiliki dua dimensi kepentingan, yakni bagaimana agar masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau dan kesejahteraan petani dapat terlindungi.
Saat ini pemerintah Indonesia hanya terpaku pada ketahanan pangan. Padahal, yang diperlukan seharusnya adalah kedaulatan pangan untuk menyejahterakan para petani.
Akar problem inilah yang seharusnya menjadi fokus pemerintah. Yakni membangun secara serius kedaulatan pangan, kemudian menyelesaikan semua hambatan distribusi, hingga semua wilayah bisa tercukupi kebutuhannya, sekaligus bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat termasuk melindungi hak para petani lokal sebagai salah satu penentu suksesnya proyek daulat pangan dari kejahatan para spekulan, hingga kesejahteraan merekapun bisa terjamin.
Hanya saja, upaya-upaya tersebut memang akan sulit terwujud dikarenakan negeri ini masih dicengkram oleh rezim kapitalis neoliberal. Negara di bawah rezim seperti ini hanya berfungsi sebagai regulator. Sementara regulasi yang dibuat dipastikan hanya akan menguntungkan para kapitalis yang bersimbiosis mutualisma dengan para pemegang kekuasaan. Jadi, tak heran jika dalam sistem ini, negara kadang tak mau peduli jika kebijakannya akan menyengsarakan rakyat.
Hampir setiap tahun, kita selalu disibukkan dengan pro-kontra impor bahan pangan. Dan alasan pemerintah membuka kran impor adalah untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi petani lokal. Dengan argumentasi melindungi kepentingan rakyat agar harga pangan dapat dijangkau oleh masyarakat, berarti pemerintah hanya melihat harga dan pemenuhan pasokan pangan dari sisi supply dan demand (mekanisme pasar) semata.
Akibatnya ketika harga melambung tinggi penyebabnya disandarkan pada tingkat supply pangan lokal yang tidak mampu memenuhi tingkat demand masyarakat. Sehingga untuk mengatasi gejolak harga solusi yang ditempuh dengan menyeimbangkan tingkat supply. Maka tidaklah aneh jika pemerintah selalu berpikir instan, mencari solusi dengan membuka seluas-luasnya kran impor.
Pola pikir mekanisme pasar serta supply dan demand merupakan watak Kapitalis yang menjadi asas kebijakan pemerintah. Menurut pemerintah kebijakan impor sangat diperlukan tidak hanya untuk mengembalikan harga pada tingkat yang dapat dijangkau oleh masyarakat tetapi juga untuk menekan angka kemiskinan. Sebab dengan menjaga harga melalui pasokan impor, pemerintah berupaya mengurangi beban hidup orang miskin termasuk di kalangan petani sendiri. Pemerintah menjadikan impor sebagai salah satu solusi untuk mengurangi tingkat kemiskinan.
Di zaman kapitalis-sekuler hari ini, sepertinya keberadaan pemerintah telah berubah menjadi pengusaha yang berbisnis untuk mencari keuntungan dalam setiap kebijakannya. Padahal di masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin serta dalam kepimimpinan Islam, ummat terjamin segala kebutuhan pokoknya. Karena, seorang imam adalah pengatur urusan rakyat yang kelak dimintai pertanggungjawaban. Islam memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan ketahanan pangan yang merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi per individu. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak bila ada satu saja dari rakyatnya ada yang terabaikan.
Dalam Islam, negara memfungsikan dirinya sebagai pengurus dan pelindung. Memberikan jaminan kesejahteraan bagi seluruh warga, baik jaminan pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan), maupun jaminan pemenuhan kebutuhan komunal seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Agar potensi dan kekuatan negara bisa digali dalam rangka menciptakan pemerintahan yang mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara mandiri sebagai wujud dari ri’ayati su’unil ummah (memelihara dan mengatur urusan umat), Maka, Politik pertanian mutlak adanya.
untuk mencapai produksi pertanian yang tinggi dengan menggunakan dua metode yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi.
Intensifikasi merupakan usaha meningkatkan produktifitas tanah, menciptakan bibit tanaman unggul dan berkualitas. Untuk mencapai intensifikasi yang optimal negara harus mendorong dan membiayai riset pertanian yang bertujuan menghasilkan bibit tanaman unggul dan berkualitas, dan riset yang mengarahkan kepada peningkatan kesuburan tanah ataupun kesuburan media menanam tanaman pangan lainnya, juga penciptaan pupuk dan obat-obatan yang aman dan ramah lingkungan.
Hasil riset pertanian harus direalisasikan dalam kebijakan negara mendorong para petani meningkatkan produktifitas pertanian mereka. Dalam hal ini, negara harus menciptakan beragam kebijakan yang inovatif baik berupa pemberian lahan pertanian kepada para petani, pelatihan dan bimbingan pertanian, pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik, sarana air dan irigasi khususnya yang mampu menjangkau wilayah pedesaan. Pemerintah juga harus menjamin terserapnya produksi pertanian para petani dengan harga yang layak.
Sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan jalan perluasan area pertanian yang akan direalisasika dengan menggunakan metode hukum-hukum pertanahan, di mana negara mengatur distribusi kepemilikan tanah kepada masyarakat yang mampu mengolahnya menjadi lahan pertanian, mencegah terjadinya monopoli tanah oleh pihak individu dan swasta, mengambil kepemilikan tanah dari orang yang telah menelantarkan tanah lebih dari 3 tahun dan menyerahkan kepemilikannya kepada siapapun yang membutuhkan dan mampu menggarapnya.
Upaya meningkatkan dan menjaga produktifitas pertanian dewasa ini tidak cukup dilakukan hanya dengan intensifikasi dan ekstensifikasi, tetapi juga meliputi upaya melindungi dan menjaga keberlangsungan produksi pertanian. Dalam hal ini efek rumah kaca (green house) berupa perubahan iklim sudah tidak dapat dielakkan lagi sebagai akibat industri kapitalis yang sembrono dan tidak bersahabat dengan lingkungan. Untuk itu negara harus mengatur dan menciptakan industri, sumber energi, dan sistem transportasi yang ramah lingkungan. Negara tidak boleh berpangkutangan dalam riset. Negara harus memenej, mendorong, dan membiayai riset untuk mencapai tujuan tersebut.
Di samping kebijakan yang diarahkan di dalam, negara juga dalam rangka melindungi rakyat dan sektor pertaniannya harus melakukan kebijakan luar negeri yang opensif, yakni menekan negara-negara penghasil gas emisi karbon dan perusak lingkungan untuk mengurangi dan menghilangkan kontribusinya terhadap pencemaran dan pengrusakan lingkungan global. Kebijakan opensif ini satu paket dalam kebijakan luar negeri yang berorientasi dakwah dan jihad.
Bergejolaknya harga pangan pada dasarnya disebabkan oleh tidak tercukupinya pasokan pangan ke masyarakat dan macetnya distribusi. Bila permasalahan melonjaknya harga disebabkan oleh kurangnya pasokan yang mungkin disebabkan oleh produksi pangan petani lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat maka langkah yang ditempuh oleh negara adalah lebih menguatkan dan mendisiplinkan politik pertanian agar tercapai produktifitas pertanian yang tinggi. Dalam kondisi darurat sepanjang tidak menyebabkan kerugian petani lokal di mana tidak ada pilihan lain lagi kecuali harus melakukan kebijakan impor yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan rakyat bukan untuk bisnis.
Bila naiknya harga disebabkan oleh masalah distribusi, maka harus dilihat penyebabnya apakah karena faktor fisik seperti rusaknya jalan dan sarana transportasi yang tidak memadai ataukah karena permainan spekulan yang suka menimbun. Bila penyebabnya adalah masalah pertama maka yang harus dilakukan pemerintah adalah segera memperbaiki jalan dan sarana transportasi yang rusak tersebut. Bila penyebabnya karena penimbunan, maka pemerintah secepatnya mengembalikan barang yang ditimbun oleh pedagang spekulan tersebut dan memberikan hukuman setimpal terhadap para pelakunya. Perbuatan menimbun hukumnya jelas haram sebab Rasulullah telah melarang manusia melakukan penimbunan bahan makanan dan menyatakan perbuatan tersebut adalah salah dan tercela.
Jika di Indonesia dalam produk pertanian diterapkan pematokan harga batas maksimal maupun minimal seperti HPP yang ditetapkan oleh pemerintah dalam sistem kapitalis, maka dalam sistem islam tidak akan menerapkan kebijakan tersebut sebab hukumnya haram dan fakta kebijakan pematokan harga tersebut pada akhirnya juga akan merugikan petani.
Untuk menjaga harga agar stabil dan terjangkau masyarakat, negara melakukannya dengan operasi pasar yang bertujuan untuk menjaga kemampuan daya beli masyarakat dan menciptakan keuntungan bagi para petani. Langkah praktisnya pemerintah dapat melakukan kebijakan pembelian pangan petani sesuai harga pasar kemudian menjualnya kepada para pedagang dan masyarakat dengan harga terjangkau di bawah harga pasar.
Dalam pemerintahan islam, negara akan selalu melakukan penjagaan dan pengelolaan pasar dengan baik, sehingga harga akan senatiasa terjaga dengan stabil.
Negara juga harus menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi itu untuk semua orang sehingga akan meminimalkan terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar mengambil keuntungan secara tidak benar.
Dari aspek manajemen rantai pasok pangan, kita dapat belajar dari Rasul saw yang pada saat itu sudah sangat konsen terhadap persoalan akurasi data produksi. Beliau mengangkat Hudzaifah ibn al-Yaman sebagai katib untuk mencatat hasil produksi Khaybar dan hasil produksi pertanian. Sementara itu, kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan supply and demand bukan dengan kebijakan pematokan harga.
Praktek pengendalian suplai pernah dicontohkan oleh Umar bin al-Khaththab ra. Pada waktu tahun paceklik dan Hijaz dilanda kekeringan, Umar bin al-Khaththab ra menulis surat kepada walinya di Mesir Amru bin al–‘Ash tentang kondisi pangan di Madinah dan memerintahkannya untuk mengirimkan pasokan. Lalu Amru membalas surat tersebut, “saya akan mengirimkan unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang “kepalanya” ada di hadapan Anda (di Madinah) dan dan ekornya masih di hadapan saya (Mesir) dan aku lagi mencari jalan untuk mengangkutnya dari laut”.
Begitu banyak praktik Rasulullah Saw dan para Khalifah setelahnya sebagai kepala negara, yang menunjukkan bagaimana keseriusan negara dalam memfungsikan dirinya sebagai penjamin atas kebutuhan dasar rakyatnya sekaligus pelindung mereka dari kebinasaan.
Hingga catatan sejarah peradaban Islam dipenuhi kisah-kisah menakjubkan soal tingginya tingkat kesejahteraan yang tidak bisa diungguli oleh peradaban manapun, termasuk peradaban yang sekarang dipaksakan mencengkeram manusia.
Seperti itulah indahnya konsep dan nilai-nilai syariah Islam yang terstruktur dalam segala aspek kehidupan. Khususnya kontribusi pada penyelesaian masalah pangan. Sehingga tidak ada cara lain untuk menggapai kesejahteraan hakiki kecuali dengan meninggalkan kepercayaan pada kebijakan ekonomi kapitalis yang zalim yang telah terbukti menjadi sumber kerusakan kehidupan ini.
Sebagai kaum muslimin sudah saatnya kita harus kembali kepada aturan Allah, mendukung dan berusaha merealisasikan politik pertanian Islam secara ideologis dengan menerapkan syariat Islam sebagai problem solving yang akan mengatur berbagai urusan kebutuhan masyarakat. Insya Allah.*
Normaliana, S. Pd
Staf Pengajar MTsN2 HSU, Kalimantan Selatan
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!