Sabtu, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 20 Juli 2019 01:26 wib
8.002 views
KB dan Pernikahan Dini, Solusi atau Bencana?
Oleh:
Aishaa Rahma
Pegiat Sekolah Bunda Sholihah Malang, Jawa Timur
MENJADI orangtua di tengah-tengah kerusakan di segala sektor bukanlah pekerjaan yang mudah. di era ini banyak orangtua yang gagal dalam menata kehidupan pribadi dan secara kolektif gagal menata peradaban. Di era ini pula berbagai pranata kehidupan yang merusak anak remaja jauh lebih hebat dan besar dibandingkan yang mensalehkan mereka. Tayangan film, televisi, internet, majalah, sosial media dan berbagai perangkat lainnya lebih banyak menstimulasi nilai-nilai negatif ketimbang positif. Ditambah pergaulan anak remaja yang banyak mengadopsi gaya hedonis, semakin mengarah ke kegagalan hidup yang jauh dari kesuksesan dan kebahagiaan. Artinya remaja kita di masa depan akan menghadapi problem peradaban yang lebih dahsyat.
Dari pantauan detik.com. Menyikapi film Dua Garis Biru karya sutradara Ginatri S Noer, mengisahkan sepasang remaja yang melampaui batas dalam berpacaran sehingga berujung pada pernikahan usia dini. Film tersebut memberi pesan bahwa remaja harus memiliki rencana kehidupannya sejak awal hingga kelak membangun rumah tangga. Dua Garis Biru menggambarkan pernikahan di usia muda bisa merusak masa depan dan memupuskan berbagai cita-cita.
Film yang akhirnya tetap tayang di bioskop ini dinilai sangat menggambarkan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam program remaja di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Menurut Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Dwi Listyawardani di Jakarta, Kamis, mengatakan film Dua Garis Biru dapat membantu BKKBN dalam menjangkau remaja Indonesia lebih luas dengan program Generasi Berencana (GenRe).
Menurut Dwi, menyampaikan sosialisasi mengenai kesehatan reproduksi, perencanaan kehidupan, dan nilai-nilai lain kepada remaja memang lebih tepat dengan menggunakan media film. "Penyajiannya memang harus seperti ini, dalam bentuk ceramah orang nggak akan dengar, tapi dengan film seperti ini bisa tersampaikan," kata dia. Dwi pun mengatakan BKKBN akan membawa film Dua Garis Biru sebagai sosialisasi program agar bisa ditonton oleh remaja di seluruh provinsi. Antara-Surabaya. (18/7/2019)
Gayung bersambut, Melalui antara news.com (19/7/2019) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang belum lama dilantik Hasto Wardoyo menargetkan lembaganya memiliki wajah baru dalam enam bulan ke depan yang targetnya menjadi dikenal lekat oleh masyarakat. Lebih spesifik lagi, Hasto menargetkan BKKBN dengan segala programnya harus mengena di hati para remaja yang mana bakal tulang punggung bangsa Indonesia di masa datang. Dalam hal ini Hasto juga meminta dukungan dari Khofifah yang juga pernah menjabat kepala BKKBN untuk mengubah ulang wajah BKKBN agar bisa dikenal oleh kalangan anak-anak muda.
Dalam konteks tugas dan fungsi BKKBN, Hasto sebagai Kepala BKKBN yang memiliki latar belakang sebagai dokter spesialis kebidanan dan kandungan mengambil peran di hulunya melalui edukasi masyarakat sebagai upaya pencegahan. Lebih jauh lagi, Hasto menyasar para remaja yang kelak akan menjadi orang tua agar lebih berpengetahuan di bidang kesehatan keluarga, termasuk dalam kesehatan reproduksi.
Tantangan lain yang juga menjadi masalah dalam kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan AKI, AKB, dan kekerdilan adalah tingginya angka perkawinan dini di Indonesia yang mencapai 11,2 persen. Perkawinan dini yang mengarah pada kehamilan usia dini memiliki risiko sangat tinggi dan bisa berujung pada kematian ibu, kematian bayi, atau stunting. Antara news.com (18/72019)
Dampak lain dari bahayanya perkawinan dini yakni menyebabkan penyakit kanker mulut rahim atau kanker serviks di masa mendatang. Hasto menerangkan mulut rahim perempuan yang usianya di bawah 19 tahun sifatnya masih terbuka atau ekstropion mudah terpapar virus. Mulut rahim perempuan tersebut perlahan-lahan akan menutup dengan sendirinya seiring bertambahnya usia, dan akan menutup sempurna di usia 20 tahun. Pada fase tersebut, mulut rahim wanita sudah aman untuk bisa melakukan hubungan seksual. Namun, apabila mulut rahim perempuan sudah terpapar hubungan seksual sebelum usia 19 tahun, hal itu berisiko tinggi menyebabkan kanker mulut rahim pada 15 hingga 20 tahun mendatang.
Untuk diketahui, kanker mulut rahim masih menjadi penyakit kanker nomor dua terbanyak di Indonesia yang diidap perempuan setelah kanker payudara. Lebih parah lagi, angka deteksi dini kanker serviks saat ini masih 5 persen dari seluruh perempuan Indonesia yang pernah melakukan hubungan seksual. Hasto juga memaparkan bahaya kehamilan dini atau di bawah usia 20 tahun. Dia menjelaskan bahwa ukuran panggul perempuan baru akan mencapai 10 centimeter ketika sudah mencapai usia 20 tahun. Sementara, diameter kepala bayi yang siap dilahirkan juga berukuran 10 centimeter.
Oleh karena itu akan sangat berisiko bagi perempuan yang melahirkan di bawah usia 20 tahun karena panggulnya belum mencapai ukuran sesuai kepala bayi. Perempuan di bawah 20 tahun yang melahirkan anak tidak akan bisa bersalin secara normal dan menyebabkan bentuk kepala bayi yang tidak sempurna. Lebih parah lagi hal tersebut bisa menyebabkan gangguan kecerdasan dan rendahnya IQ anak jika terjadi trauma di bagian dalam kepala atau otak.
Hasto juga mengungkap alasan kampanye program KB menganjurkan dua anak dikarenakan risiko melahirkan anak lebih dari dua yang bisa dialami ibu. Seorang ibu yang melahirkan anak lebih dari dua berisiko mengalami pendarahan yang lebih serius saat persalinan di atas anak kedua. Dalam strategi mengubah wajah baru BKKBN, Hasto secara serius ingin menggempur remaja dengan berbagai informasi kesehatan reproduksi. Tujuannya, agar menghindari perkawinan dini yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa mendatang. (Antara- Malang 17/7/2019)
Ada Hidden Agenda?
Menikahkan anak di usia belia dipandang kurang bijak oleh sebagian orang. Segudang alasan bisa dilontarkan seperti hilangnya kesempatan mencari ilmu, pengembangan potensi diri, sampai merampas masa bermain. Tapi kalangan penentang pernikahan dini semestinya juga melihat sisi lain dari kehidupan anak muda kita saat ini, sudah terlampau banyak penelitian dan laporan yang menunjukkan bahwa pergaulan kawula muda di negeri ini sudah kelewat permisif. Banyak hal yang dulu dianggap tabu kini jadi lifestyle remaja. Banyak orangtua yang geleng-geleng kepala melihat kelakuan remaja masa kini, pacaran, berciuman di muka umum, perzinahan, hamil diluar nikah nikah , hingga aborsi. Tak sedikit video mesum pelajar dan mahasiswa beredar di ponsel ponsel dan mudah saja diunduh melalui jaringan internet.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menemukan bahwa kehamilan pada usia kurang dari 15 tahun terutama terjadi di perdesaan, meskipun dengan proporsi yang sangat kecil (0,03%). Sementara itu, proporsi kehamilan di usia 15-19 tahun adalah sebesar 1,97 persen, dengan proporsi di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. (Sumber: Kementerian Kesehatan, Riskesdas 2013).
Terkait dengan informasi mengenai aborsi, pada laporan Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2012 ditemukan bahwa persentase remaja yang mengetahui ada orang yang melakukan praktek aborsi cenderung meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2007. Di sisi lain, dukungan terhadap praktek aborsi pun turut meningkat. Dalam studinya terhadap remaja di Indonesia, ditemukan 12,5% remaja yang tidak memiliki pemahaman tentang kespro yang menyetujui praktek aborsi. Sementara itu proporsi remaja yang memiliki pemahaman kespro yang setuju praktek cenderung lebih kecil, yaitu 9%. Analisis inferensial menunjukkan bahwa remaja yang memiliki pemahaman mengenai kespro memiliki sifat permisif terhadap aborsi 0,8 kali lebih rendah daripada remaja yang tidak memiliki pemahaman mengenai kespro (LDfebui.org 2017)
Ironisnya, keadaan ini justru diterima masyarakat begitu saja. Banyak orang tua yang tidak cemas anaknya berpacaran, clubbing, bahkan tidak resah jika anaknya hamil diluar nikah. Padahal akibat kehamilan diluar nikah si anak terancam putus sekolah, kehilangan masa depan, menanggung aib, dan terancam kesehatannya jika kemudian memutuskan untuk mengaborsi kandungan mereka. jika kalangan yang kontra dengan pernikahan dini mengaku konsen dengan kesehatan dan pendidikan juga kesejahteraan para remaja, mengapa masalah seperti kenakalan remaja, aborsi jarang kita dengar dibahas untuk menegur orang tua yang permisif?
lebih tragis lagi rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi ditolak mayoritas anggota DPR dan sejumlah LSM. Meski sudah jelas pornografi kerap memicu perilaku seks bebas dikalangan anak muda, beberapa kasus pelecehan seksual dan tindak pemerkosaan malah dilakukan anak dibawah umur. Tapi sebagian besar anggota DPR menentang pengesahan RUU APP yang kini berubah menjadi undang-undang pornografi.
Saat ini remaja kita diserbu aneka informasi pergaulan mulai dari cara berpakaian up to date yang nyaris bertelanjang, cara pacaran, termasuk cara dan arti berciuman dsb. Remaja kita juga sudah diperkenalkan pada penggunaan alat kontrasepsi, ketimbang diberi pemahaman pentingnya menjaga pergaulan yang benar dan sehat, serta bagaimana caranya menjaga virginitas hingga pernikahan.
Wajar jika kalangan muslim yang peduli dengan syariat dan nasib umat mencurigai pencekalan nikah dini itu mengandung hidden agenda. Mulai dari isu mengokohkan arus budaya sekuler liberal hingga menghambat laju populasi umat muslim di negeri ini. Apalagi seiring dengan isu larangan pernikahan dini, bergulir juga RUU kesehatan reproduksi yang isinya dinilai banyak kalangan muslim kental dengan muatan liberal, semisal hak pengguguran kandungan dan hak penggunaan alat reproduksi yang bisa melegalkan perzinahan dan penyimpangan orientasi seksual seperti homoseks dan lesbian.
Padahal di negeri asalnya, Eropa dan Amerika, sekularisme dan liberalisme sudah menuai buah pahit sebagai dampaknya. Di AS, setiap hari lahir 3700 bayi diluar pernikahan, seperempat remaja putri berumur 15 tahun sudah berzina, setiap 30 detik terjadi kehamilan remaja diluar nikah, dan setiap 15 detik satu remaja Amerika serikat terinfeksi penyakit kelamin. (Sumber: book sex before married)
Jika pernikahan dini ditentang, bukankah semestinya pemerintah dan masyarakat juga bersikap ketat dalam aturan sosial dan memberangus budaya permisivisme? bukan malah mempersulit pernikahan bagi kalangan muda dan pura-pura tidak tahu dampak pornografi dan pornoaksi. Bukankah lebih baik jika mengamankan pergaulan anak anak muda kita atau justru mendorong mereka untuk menikah? perlu digarisbawahi hukum pernikahan anak dibawah umur yang statusnya boleh bukan berarti wajib.
Berikut pula alasan bahwa pernikahan dini mengancam kesehatan wanita sebagai pemicu kanker serviks perlu diteliti lebih jauh. Kanker ini hampir semuanya 99% disebabkan oleh infeksi human papilloma virus (HPV). Akan tetapi terjadinya infeksi pada kaum wanita diakibatkan pernikahan dini masih sebatas hipotesa (dugaan). Penyebab yang sudah jelas penyakit ini dominan disebabkan hubungan seks yang bergonta-ganti. jika memang ada pernikahan dini sebagai penyebab kanker leher rahim, semestinya menyertakan asal negara tempat sampel itu diambil. Jangan-jangan itu terjadi di negara atau daerah yang masyarakatnya sudah terbiasa melakukan seks bebas dan bergonta-ganti pasangan. Sebagai contoh kasus penyebaran HIV/AIDS lebih tinggi di daerah dan negeri yang sistem sosialnya bebas, banyak kawasan hiburan dan pelacuran dibandingkan kawasan dengan sistem sosial yang lebih ketat apalagi islami. Negara sub-sahara seperti Zimbabwe yang warganya terbiasa melakukan seks bebas menempati posisi puncak penyebaran HIV AIDS di dunia dengan jumlah 22 juta jiwa, lalu diikuti kawasan Asia Selatan dan tenggara yang mencapai 4,2 juta, jiwa Eropa dan Asia mencapai 1,5 juta jiwa, sedangkan kawasan timur tengah dan Afrika Utara yang masih kental budaya Islamnya hanya mencapai 380ribu orang pengidap HIV/AIDS. (AIDS Epidemic Update)
Di tanah air, kasus HIV/AIDS tertinggi di Papua, DKI Jakarta, Riau, Bali, dan Jawa timur. Kawasan yang memang sarat dengan pergaulan bebas dan subur lokalisasi. keberadaan tempat hiburan malam ditengarai menjadi faktor penyebab tingginya penderita HIV/AIDS di wilayah tersebut. Artinya, hipotesa bahwa pernikahan dini adalah salah satu faktor pemicu kanker leher rahim patut dipertanyakan. Jika itu terjadi di kawasan sekuler liberal maka wajar karena remajanya sudah terbiasa dengan aktivitas seks sebelum menikah.
Islam Membawa Kebaikan
Seorang muslim semestinya meyakini bahwa tidak ada secuilpun aturan Islam yang menyusahkan manusia. Tidak ada sepotong ayat pun dalam Alquran yang tidak dapat diterima manusia. Jika ada manusia yang tidak mau menerima ayat-ayat Alquran dan syariat Islam, bisa dipastikan dalam hatinya terdapat penyakit dan keragu-raguan terhadap agamanya sendiri sebab aturan dalam Islam memberikan kemudahan.
Perintah menikah bertujuan menjaga kesucian umat manusia dan mendapatkan keturunan yang jelas nasabnya. Sementara berzina adalah perbuatan keji, merusak rumah tangga dan tatanan sosial, serta melahirkan anak-anak yang tidak jelas nasabnya. Bukan sekali dua kali kita mendengar dan membaca kasus bayi yang dibuang dan dibunuh orang tuanya karena hasil hubungan gelap. Dengan merebaknya perzinaan besar kemungkinan terjadi pernikahan senasab. Sebab itulah Allah memudahkan aturan pernikahan bagi setiap insan. Tidak ada syarat yang mustahil untuk diwujudkan, dan semuanya pun bernilai ibadah.
Akan tetapi manusialah yang justru senang mempersulit diri sendiri. Membuat aturan berdasarkan selera dan hawa nafsu. Memudahkan orang melampiaskan syahwat dengan cara laknat, tapi mempersulit kesempatan beribadah lewat pernikahan. Jika mentalitas yang menjadi persoalan bagi pernikahan dini, jawabannya bukanlah dengan menutup pintu pernikahan dini, tapi memperbaiki kualitas pendidikan mereka. Menjadikan para remaja dewasa tepat pada saat mereka memasuki fase pubertas. Sehingga tumbuh sebagai generasi yang siap memikul tanggung jawab pribadi, keluarga dan umat.
Akan tetapi bila konsep pendidikan kaum muda tetap seperti saat ini, maka sampai usia berapa pun mereka tidak akan pernah dewasa. Jangankan menikah di usia muda, di usia paruh baya pun tetap akan bermasalah. Karena dewasa itu tidak ditentukan oleh usia seseorang namun oleh pola sikap dan pola pikirnya.
Dan kegagalan menciptakan anak muda yang bermental dewasa sebenarnya dimulai dari dalam gagalnya pendidikan dalam keluarga. Banyak orang tua muslim yang hanya berperan sebagai pabrik anak, bukan membina anak. Anak-anak muslim dilahirkan ke dunia tanpa dipersiapkan lebih dulu konsep kehidupan yang shahih. Dibiarkan tumbuh seperti sebatang kayu yang mengalir di air sungai yang deras. Padahal orangtualah yang bertanggung jawab memoles kepribadian anak mereka sendiri.
Sedangkan dunia pendidikan formal hanya mengedepankan aspek akademik, ketimbang pembentukan karakter. Para pelajar dinyatakan baik bila memenuhi standar akademik seperti nilai rapor, hasil ujian atau IPK, tapi minim pembentukan kepribadian Islam.
Meskipun telah cukup umur, para pemuda kita pun masih dihadang hambatan lain yang menyulitkan pernikahan, yakni soal nafkah. Sistem perekonomian saat ini yang demikian materialistik membuat banyak orang tua khawatir melepas anaknya untuk menikah di usia muda. Khawatir tidak sejahtera dalam rumah tangga, apalagi dalam sistem kapitalisme sekarang ini, negara juga berlepas tangan dari pemenuhan kebutuhan hidup rakyatnya. Umat seperti lupa bahwa agama ini telah mengajarkan jika Allah adalah maha pemberi Rizki. Allah juga menjanjikan siapa saja yang menikah dalam rangka melaksanakan syariatNya dan menjaga kehormatan diri maka akan dicukupkan Rizkinya. (Sesuai dalam FirmanNya QS. an-Nur: 32)
Sudah saatnya kaum muslimin disadarkan bahwa sistem sosial yang mereka pergunakan hari ini telah menyebabkan aneka malapetaka termasuk bagi anak dan cucu mereka kelak. Patut diingatkan kepada mereka bahwa sebenarnya umat telah punya sistem sosial yang jauh lebih baik dan terbukti menyelamatkan umat manusia sejak belasan abad. Wallahu a'lam.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!