Selasa, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 23 Juli 2019 23:08 wib
5.718 views
Mewujudkan Sistem Pendidikan Berbasis Akidah Islam, Bisakah?
Oleh: Undiana
Wacana penghapusan mata pelajaran agama di sekolah beberapa waktu lalu menuai kritik dari berbagai pihak. Bahwa di tengah kemerosotan dan dekadensi moral yang menimpa generasi milenial kekinian, ide ini dianggap menjadi hal yang paradoks.
Bagaimana tidak, penguatan nilai agama diyakini mampu menjadi filter segala bentuk pemikiran dan perilaku rusak di kalangan generasi muda khususnya pelajar. Dengan masih diajarkannya agama di sekolah saja, berbagai ragam penyimpangan perilaku dan kejahatan yang melibatkan pelajar masih banyak yang terjadi. Lalu, akan bagaimana hancurnya jika pelajaran agama dihapus?
Sekularisme vs Komunisme
Sistem sekularisme yang melingkupi kehidupan hari ini telah menempatkan agama hanya berada pada ranah privat semata. Agama hanya untuk mengatur urusan ibadah ritual. Sementara urusan kehidupan masyarakat dan pengelolaan negara dijauhkan dari aturan agama.
Kondisi ini jelas berpengaruh pada sistem pendidikan yang menjadi bagian tanggungjawab negara kepada rakyatnya. Bahwa dari asas sekularisme yang melandasi pengelolaan negara termasuk bidang pendidikan, telah menjadikan dikotomi antara pendidikan agama dan non agama sebagai hal yang tidak terelakkan.
Maka, secara kelembagaan, kita mengetahui terdapat perbedaan instansi yang menaungi bidang pendidikan. Pendidikan agama melalui madrasah, pesantren dan universitas berbasis agamadikelola oleh Kementerian Agama.Sementara pendidikan umum mulai pendidikan anak usia dini, sekolah dasar, sekolah menengah dan kejuruan dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lalu pendidikan tinggi umum oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Selain itu, bukti nyata tentang sekulernya dunia pendidikan ini bisa dilihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yaitu: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagaman, dan khusus.
Berdasarkan hal tersebut nampak bahwa pelajaran agama hanya dipilih sebagai salah satu muatan mata pelajaran diantara sekian banyak mata pelajaran lainnya. Sementara pelajaran non agama seperti sains, sejarah atau budaya, dianggap tidak ada hubungannya dengan agama. Dengan kata lain, mata pelajaran sains yang dalam perspektif agama sesungguhnya bisa menjadi bukti akan keberadaan atau kekuasaan Sang Pencipta malah menjadi sebaliknya, meniadakan keberadaan Pencipta. Pada akhirnya tidak bisa menjadi sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan seorang hamba kepada Penciptanya.
Salah satu contohnya tentang teori hukum kekekalan energi yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Teori ini (dan yang sejenisnya), secara langsung telah meniadakan keberadaan Allah sebagai Pencipta dan Pengatur segala sesuatu. Hal yang tentu sangat bertentangan dengan Islam, dimana tidak ada kejadian di dunia ini baik nyata maupun abstrak, yang terlepas dari penciptaan dan pengaturan Allah swt. Maka kita mendapati, seperti inilah ide sekularisme bekerja dalam mengikis keimanan dan menjauhkan generasi dari nilai-nilai agama (Islam).
Akan halnya komunisme, keyakinan dasarnya adalah agama sebagai candu bagi masyarakat. Juga tidak mengakui keberadaan Pencipta dalam kehidupan. Menurut ide ini, semua makhluk lahir dari proses evolusi yang tidak memerlukan Pencipta. Tuhan dianggap hanya rekaan dan hasil hayalan manusia yang tidak ada hakikatnya. Jadi, jika agama adalah candu dan racun bagi manusia, untuk apa harus beragama dan bertuhan? Dan untuk apa pula bejajar agama?
Maka pada dasarnya pendidikan berasas sekulerisme ataupun komunisme, sama-sama berbahaya dan tidak akan mampu melahirkan peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. Malah menjerumuskan peserta didik pada kehancuran pemikiran dan perilaku.
Jika demikian, apa yang harusnya menjadi solusi tuntas bagi sistem pendidikan untuk mewujudkan generasi cemerlang yang beriman dan beradab sehingga mampu menjadi pemimpin tangguh di masa depan?
Berbasis Akidah Islam
Dalam catatan sejarah, Islam telah menorehkan pencapaian luar biasa dalam mencetak generasi pemimpin yang cakap dalam bidang politik/pemerintahan maupun dalam militer (strategi perang/jihad). Tak hanya cakap memimpin umat, mereka juga dikenal dengan akhlak yang mulia. Sebut saja diantaranya seperti Shalahuddin Al Ayubi yang berhasil membebaskan Al Quds Palestina, juga Muhammad al Fatih yang telah membebaskan Konstantinopel di usia 21 tahun.
Selain itu, Islam juga memiliki ulama-ulama sekaliber Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Bukhari dan lainnya. Juga terukir indah dalam sejarah nama Al Khawarizmi (penemu aljabar dan pengembang algoritma), Ibnu Sina dan Ar Razi dalam bidang kedokteran, dan Ibnu Haitsam seorang pioner optika modern.
Juga ada Al Biruni, seorang muslim polymath (menguasai beberapa bidang ilmu sekaligus). Sudah hafal Alquran sebelum usia baligh, juga telah mempelajari fiqih dasar sehingga saat usia baligh sudah memahami semua syariat yang wajib diketahui dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, menekuni bidang geografi, astronomi, geologi, juga menghasilkan karya ilmiah dalam bidang sejarah, karya sastra, kedokteran, farmakologi, dan lain-lain.
Semua ini telah menjadi bukti bahwa Islam telah sukses melahirkan para ilmuan yang mumpuni dalam bidang sains. Pada saat yang sama mereka adalah seorang alim yang menguasai hukum syariat yang menjadi standar aktivitas bagi seorang muslim.
Keberhasilan yang cemerlang ini tak bisa dilepaskan dari akidah Islam yang menjadi asas negara Islam (Khilafah) pada masa itu. Akidah ini pula yang menjadi dasar berbagai pemikiran dan pengetahuan baik tentang hukum-hukum syara’ maupun tentang sejarah, budaya sains dan teknologi.
Dengan demikian, sistem pendidikan dalam Islam tidak mengenal adanya dikotomi antara pendidikan umum dan agama. Bahkan akidah Islamlah yang menjadi dasar bagi pengajaran seluruh mata pelajaran yang diajarkan pada peserta didik.
Melalui pelaksanaan inilah, Islam mampu mencetak generasi dengan kepribadian tangguh dan berakhlak mulia, siap terjun dalam kancah kehidupan dan memimpin dunia dengan penuh kegemilangan dalam rangka mengangkat martabat umat manusia menuju derajat keimanan dan ketakwaan pada Allah Sang Pencipta.
Oleh karena itu, jika ingin mewujudkan keberhasilan dan melahirkan generasi-generasi hebat sebagaimana pada masa lalu, maka tidak ada jalan lain kecuali dengan kembali menjadikan asas yang sama dengan yang digunakan pada masa lalu. Yaitu dengan menjadikan akidah Islam sebagai standar dalam seluruh bidang kehidupan, termasuk pengelolaan pendidikan dan pengajaran. Hanya dengan itu, kita akan kembali meraih kejayaan, kemandirian, dan menghasilkan generasi-generasi yang diakui bahkan hingga tingkat dunia. Wallahu’alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!