Kamis, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 12 September 2019 22:33 wib
5.318 views
Duka Tersekap Kabut Asap, Adakah Solusinya?
Oleh: Arin RM, S.Si
Betapa luar biasanya cobaan yang diterima saudara sebangsa di berbagai wilayah terdampak kabut asap. Hari-hari harus mereka lalui dengan pernapasan yang berat lantaran udara tak lagi bersih dan segar. Bahkan laman regional kompas.com (10/09/2019) sampai menulis judul “Fakta Kabut Asap di Sumatera dan Kalimantan, Penerbangan Dibatalkan hingga Warga Sesak Nafas”. Lebih lanjut dari sumber yang sama diinformasikan bahwa hasil pantauan BMKG dan ASMC (ASEAN Specialized Meteorological Centre) pada 7 September 2019, terdeteksi transboundary haze (asap lintas batas) di wilayah perbatasan antara Kalimantan Barat dan Serawak, Malaysia.
Kabut Asap Merugikan
Di Riau, pekatnya kabut asap menyebabkan Siswa sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Pekanbaru, Riau, dipulangkan pada Senin (9/9/2019) sekitar pukul 10.30 WIB. Selain itu, warga yang terpapar kabut asap ini juga berbondong-bondong ke puskesmas untuk berobat. Akibat lainnya juga di dunia penerbangan, Officer in Charger Bandara Internasional Supadio Pontianak, Bayu mengatakan, per Senin (9/9/2019), dua penerbangan ke Bandara Tebelian, Sintang, Kalimantan Barat, dibatalkan.
Sebagai langkah penanganan korban, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Selatan mengeluarkan surat edaran untuk mendirikan posko kesehatan di 17 kabupaten/kota yang terdampak kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Lesty Nuraini mengatakan, posko didirikan sebagai upaya pencegahan penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). "Tim kesehatan akan selalu siaga di posko itu. 17 Kabupaten/Kota sudah diinstruksikan mendirikan posko. Setiap warga yang mengeluh akan langsung ditindaklanjuti," kata Lesty, Jumat (6/9/2019). Warga juga diedukasi cara menghindari dampak dari kabut asap. Salah satunya dengan mengurangi aktivitas di luar rumah serta menggunakan masker dan mengatur pola hidup dengan konsumsi air minum lebih banyak.
Memutus Duka karena Kabut Asap
Rasa empati pada mereka yang berduka tentunya tak cukup hanya sebatas bantuan obat ataupun doa. Harus ada upaya agar tahun depan mereka tak kembali berduka lantaran tersekap kabut asap. Terlebih, kebakaran hutan terjadi hampir tiap tahun. Dikutip dari republika.co.id, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan bahwa dalam kurun waktu 18 tahun terakhir, wilayah Sumatra dan Kalimantan selalu terbakar setiap tahunnya. Penanganan korban saat kejadian adalah mendesak, namun dengan pengalaman kejadian selama bertahun-tahun harusnya pencegahan terjadinya karhutla yang menjadi sumber asal kabut asap perlu diprioritaskan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah seleksi dan perizinan pembukaan lahan harus diperketat. Alangkah bijaknya apabila hanya perusahaan atau individu yang mengerti hutan dan lahan gambut serta yang mampu membuka dengan jalan selain membakar lahan lah yang diperbolehkan. Jika tidak mampu, maka tidak diberi izin. Sebab dalam konsep kapitalis saat ini, membersihkan atau membuka lahan dengan dibakar dinilai paling murah. Sehingga demi keuntungan, nasib penghirup asap tak begitu dipikirkan. Pun jika ditangkap pelaku individunya nya ataupun perusahannya, sepertinya juga tidak membuat jera. Apalagi jika hukuman yang diberikan dinilai tidak tertegakkan sempurna lantaran ada celah yang bisa dipakai berkelit. Berulangnya kebakaran di tahun berikutnya adalah buktinya.
Ini semuanya menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalisme, kejadian di lapangan seringnya tidak sesuai dengan regulasi yang ditentukan. Larangan ataupun pantangan tidak lagi diindahkan. Kerugian di pihak lain tak dipersoalkan asalkan tidak menghalangi pengembangan usaha. Tentunya sangat jauh berbeda dengan Islam.
Pertama, Islam memandang apapun yang menimpa manusia akibat ulah hingga menimbulkan kerusakan di darat dan di laut adalah akibat perbuatan mereka, agar ada hikmah yang bisa diambil dan disadari untuk kemudian kembali ke ajaran Islam (Lihat QS Arruum: 41). Termasuk dalam pengelolaan hutan dan lahan, kesalahannya adalah mengikuti paradigm kapitalisme sebagai asas dalam pembuatan aturan dan regulasi terkait.
Kedua, Islam akan mengembalikan pengaturan hutan dan lahan sesuai dengan hukum Allah. dalam pandangan Islam, hutan ini termasuk kepemilikan umum. Negara lah yang bertanggung jawab penuh mengelolanya, sebab hutan termasuk bagian dari kepemilikan umum yang tidak benar jika diberikan kepada individu atau perusahaan swasta sekalipun. Rasullullah bersabda: Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad). Pengelolaan hutan sebagai milik umum dilakukan untuk kemaslahatan rakyat dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian-keuntungan ekonomi-dan kesejahteraan rakyat secara seimbang.
Ketiga, secara teknis yang termasuk tanggungjawab negara adalah melakukan edukasi serta menemukan tata cara pembukaan hutan dan lahan yang aman bagi lingkungan. Penambahan pembukaan hutan itu pun jika diperlukan, sebab peran penting hutan sebagai penyangga udara bersih juga harus dijaga. Dalam hal ini negara juga perlu membangun kesadaran masyarakat sekitar hutan guna berpartisipasi mewujudkan kelestarian hutan, agar manfaatnya dapat terus dirasakan oleh generasi demi generasi.
Langkah yang ditawarkan di atas adalah jalan bagi terjaganya hutan dengan kelestarian ekosistemnya, yang akan menjamin terpasoknya udara bersih bagi warga masyarakat. Jaminan udara sehat inilah yang akan mengakhiri sekapan kabut asap. Tanpa kabut asap, warga akan bisa beraktivitas dengan lancar dan ebih produktif untuk menjadi sebaik-baik khalifah di muka bumi. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!