Ahad, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 1 Maret 2020 20:00 wib
4.518 views
Hindari Corona Arab Saudi Cegah Wisatawan Asing, Indonesia Lain Gaya
Oleh:
Ana Nazahah, Revowriter Aceh
KERAJAAN Arab Saudi mengambil langkah tegas. Warga dunia dilarang berkunjung ke negaranya. Baik jamaah yang melakukan ibadah umrah atau berwisata. Ini dilakukan untuk mencegah perluasan penyebaran virus corona.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arab Saudi menyatakan bahwa otoritas kesehatan Saudi mengikuti perkembangan terkait penyebaran virus corona yang kini juga telah menjangkiti negara tetangga di Timur Tengah, seperti Kuwait, Bahrain, dan Oman. Untuk itu, Kerajaan merasa perlu mengambil tindakan pencegahan segera. Dilansir dari laman kantor berita SPA, Kamis (27/2/2020)
Sementara itu Indonesia mengambil langkah berbeda. Di tengah ancaman corona yang membahana. Indonesia malah mengeluarkan sejumlah kebijakan insentif demi mendorong datangnya wisatawan asing.
Bahkan, Presiden Joko Widodo sampai menyiapkan anggaran Rp72 miliar untuk mempromosikan wisata Indonesia ke pasar internasional. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wisnutama menjelaskan anggaran itu digunakan untuk menyewa influencer dan berbagai komponen promosi wisata lainnya.
Tentu hal ini membuat masyarakat bertanya-tanya, relevankah kebijakan tersebut? Di saat Arab Saudi secara tegas mengambil langkah antisipasi sejak dini, demi melindungi rakyatnya dari penyebaran wabah corona, mengapa Indonesia malah melakukan sebaliknya?
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai pemerintah menggandeng influencer untuk mencegah dampak virus corona terhadap perekonomian Indonesia, khususnya sektor pariwisata adalah cara-cara amatiran.
"Kalau soal influencer saya kira ini ya mungkin cara-cara yang agak amatiran ya saya lihat, membayar influencer supaya menggenjot tourism kita karena dampak corona virus. Persoalannya itu pada kepercayaan, trust," kata Fadli dikutib dari CnnIndonesial Rabu (26/2).
Ya, kita bermasalah pada 'trust', rakyat telah kehilangan kepercayaannya pada penguasa. Benarkah Indonesia terbebas dari virus corona? Publik masih menyangsikan. Terlebih dengan kebijakan pemerintah yang malah menggelar karpet merah bagi wisatawan asing dengan bebas masuk Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, kunjungan turis China ke Indonesia telah distop sejak merebaknya virus corona. Padahal turis China merupakan yang terbanyak ketiga setelah wisatawan asal Malaysia dan Singapura. Jumlahnya mencapai 154,2 juta kunjungan di bulan Desember 2019.
Dan inilah yang menyebabkan pendapatan negara di sektor pariwisata berkurang dan negara berencana menggenjotnya dengan mengundang wisatawan asing dari negara lainnya, seperti Amerika, Eropa, Australia dan India. Namun, bisakah kita menjamin bahwa mereka tidak membawa virus yang sama?
Jika negara benar-benar peduli pada perekonomian bangsa, kenapa pemerintah tidak berfikir untuk meningkatkan perekonomian di sektor riil saja? Indonesia adalah negara subur dan kaya hasil alamnya. Baik hasil hutan, pertambangan atau hasil lautnya.
Jika negara mampu mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dengan benar, tentu Indonesia bisa menjaga stabilitas perekonomian bangsa, tanpa harus bergantung pada negara asing.
Sehingga tidak akan ada cerita viral tiga balita lapar makan sabun. Ekonomi Indonesia tidak akan ikutan terguncang imbas virus corona. Tidak perlu sibuk-sibuk mengelontorkan dana yang besar untuk menyewa influencer demi mengundang wisatawan asing, yang bisa saja mengancam keselamatan bangsa, khususnya dari dampak virus corona.
Sayangnya, hal ini tidak akan terjadi di sistem ekonomi berbasis kapitalistik. Sistem ini, malah menjamin perampokan kekayaan alam yang melimpah ruah milik umat untuk dinikmati asing dan aseng. Diprivatisasi lewat kebijakan liberal investasi oleh perusahaan raksasa multinasional seperti Exxon Mobil, Freeport, Newmount dll.
Sementra negara justru menjadi regulator, penjamin perampokan harta rakyat tersebut dengan payung hukum. Rakyat hanya bisa gigit jari, diliputi kemiskinan dan penderitaan tiada henti.
Jadi, untuk sekarang ini, semua tergantung pada kebijakan pemerintah. Mau tidak memutuskan mata rantai penjajahan ekonomi liberal dan kapitalisasi pada sektor SDA yang ada? Lalu mengambil langkah tegas dengan membuang sistem ekonomi rusak ini.
Pemerintah harus bertanggungjawab penuh, dalam menjamin kesejahteraan rakyat. Mengolala SDA yang ada dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat sebagai pemilik sahnya. Itulah tugas negara sebagai raain (penjaga, pengurus umat)
Dengan cara itulah umat akan percaya, bahwa mereka dicintai penguasanya, yang karenanya rakyat pun mencintai penguasanya. Dari Auf ibn Malik, berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baiknya pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga yang kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian.
"Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian. Lalu, Auf berkata: “Ya Rasulullah, bolehkah kita memberontak kepada mereka?” Rasulullah SAW bersabda: “Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah kalian.” (HR Muslim). Wallahualam.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!