Ahad, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 22 Maret 2020 11:46 wib
12.849 views
Agama, Sains, dan Corona
Oleh:
Ahmad Choirul Rofiq
Dosen IAIN Ponorogo
PERHATIAN umat manusia di seluruh dunia saat ini tertuju pada virus corona yang mewabah di banyak negara sejak ditemukannya kasus wabah Corona di Tiongkok pada sekitar bulan Nopember - Desember 2019. Lembaga WHO (World Health Organization), sebagai Badan Kesehatan Dunia, menyatakan bahwa virus Corona atau COVID-19 (Coronavirus Desease 2019) merupakan pandemi yang telah merenggut nyawa ribuan orang. Media-media massa memberitakan 24 jam terus menerus mengenai perkembangan kasus virus Corona itu. Tanggapan mengenai fenomena corona bermunculan dari berbagai kalangan, mulai dari pemerintah, ilmuwan dan bahkan agamawan. Kemajuan sains ditantang untuk mengatasi dan menemukan obatnya, sedangkan otoritas keagamaan pun dituntut untuk dapat memberikan respon akurat dalam menghadapi permasalahan global tersebut.
Berdasarkan fitrah penciptaan manusia, akal merupakan modal penting yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia sejak kehadirannya di muka bumi. Dengan mengoptimalkan potensi akalnya, manusia mampu menciptakan peradaban yang sangat mengagumkan. Berkat adanya akal itulah kemajuan sains atau ilmu pengetahuan dapat terwujud. Namun keunggulan akal tersebut kadang justru diselewengkan manusia untuk melakukan tindakan-tindakan destruktif karena dorongan hawa nafsunya yang menjerumuskannya kepada kejahatan kemanusiaan. Akibatnya, dehumanisasi terjadi dan manusia kehilangan harkat mulia kemanusiaannya. Selanjutnya, kerusakan alam mendatangkan malapetaka dan penderitaan massif setelah kekayaan alam dieksploitasi besar-besaran oleh tangan-tangan serakah manusia.
Kini sains berpacu dengan waktu untuk menemukan obat mujarab penangkal virus Corona itu. Terlepas dari berbagai pendapat mengenai asal muasal secara pasti virus Corona dan beberapa teori konspirasi terkait penyebab kemunculan virus Corona, maka apresiasi kita patut disampaikan kepada para ilmuwan kesehatan yang telah menjelaskan rinci perihal virus Corona. Demikian pula penghargaan kepada para tenaga medis yang berhasil menyembuhkan pasien-pasien penderita Corona. Informasi kesehatan yang memadai berkaitan dengan Corona sudah dapat diakses masyarakat luas sehingga dapat digunakan untuk melakukan pencegahan melalui peningkatan imunitas tubuh, penjagaan kebersihan, penerapan social distancing, dan berupaya meminimalisasi penyebaran virus Corona.
Tidak hanya kalangan medis yang berjibaku dengan virus Corona. Kaum agamawan pun turut berupaya serius dalam memberikan edukasi yang benar kepada masyarakat dengan pandangan-pandangan keagamaannya, walaupun ada sebagian pihak yang malah melontarkan narasi keagamaan secara salah kaprah terkait fenomena virus Corona, misalnya, dengan mengatakan bahwa takdir kematian seseorang itu sudah ditentukan Tuhan, dan tidak perlu takut kepada Corona karena yang harus ditakuti hanyalah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Bersikap Proporsional
Dalam kajian agama Islam memang terdapat sikap keagamaan yang fatalistik dan ada pula yang logis rasional ketika memahami, meyakini, dan menyikapi takdir Tuhan. Sikap fatalistik cenderung pasif dan menyerahkan segala hal yang terjadi di alam semesta kepada ketetapan Tuhan sehingga meniadakan kewenangan manusia di dalamnya. Manusia yang dikuasai fatalisme biasanya tidak mau memberdayakan potensi akalnya yang dianugerahkan Tuhan kepadanya untuk mengatasi permasalahan kehidupannya. Pandemi Corona dihadapi dengan hanya modal pemahaman keagamaan dan keimanan secara sempit, tanpa peduli pada informasi dan saran-saran kesehatan. Menurutnya, penanggulangan virus Corona dipasrahkan kepada takdir Tuhan sebab terkena virus Corona maupun terhindar dari virus itu sudah ditakdirkan Tuhan.
Sebaliknya, sikap keagamaan rasional berupaya maksimal untuk memanfaatkan karunia akal yang diberikan Tuhan agar menemukan solusi persoalan-persoalan kehidupan yang dialaminya dengan mengkombinasikan petuah-petuah keagamaan dan panduan-panduan ilmu pengetahuan (sains) secara proporsional. Musibah kemanusiaan merupakan takdir Tuhan yang tidak lepas dari hukum kausalitas (sebab-akibat) di dalamnya. Hukum kausalitas itulah yang harus dianalisis dengan seksama. Fenomena tersebarnya virus Corona yang telah menjangkiti banyak orang dan mengakibatkan kematian ribuan jiwa tersebut disebabkan kelalaian manusia yang bertentangan dengan tuntunan Tuhan maupun hukum alam semesta. (“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia”. QS. al-Rum [30]: 41). Tetapi kelalaian tersebut kadang tidak disadari oleh manusia. Di samping itu, sikap rasional itu diperlihatkan dengan menaati prosedur kesehatan yang ditetapkan oleh ahli kesehatan untuk penanggulangan pandemi virus Corona dan sekaligus menyertainya dengan kesungguhan dalam berdoa kepada Tuhan YME agar segera menghentikan musibah ini. Setiap kejadian adalah atas kehendak Tuhan, sebagaimana firman-Nya:“Sekali-kali tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman harus bertawakkal." (QS. al-Taubah [9]: 51). Dengan respon proporsional inilah, nalar keagamaan dan nalar sains dapat berjalan seimbang.
Hikmah sejarah masa lalu dapat dijadikan pedoman umat Islam dalam bersikap proporsional menghadapi pandemi virus Corona. Rasulullah SAW bersabda bahwa apabila terdengar kabar valid mengenai adanya wabah penyakit yang sedang berjangkit di suatu negeri, maka kita dilarang memasuki negeri itu. Apabila telah ada yang terjangkit wabah, maka tidak boleh mencampurkan antara orang sehat dengan orang sakit.Umar bin al-Khaththab pun pernah membatalkan kunjungannya ke Syam karena telah terjadi pandemi penyakit di Syam saat itu. Dengan demikian, wabah penyakit itu tidak semakin tersebar luas dan penyebarannya dapat dibatasi. Kematian manusia telah ditentukan oleh Tuhan, namun manusia diberikan kebebasan memilih untuk berusaha menghindari suatu bencana (“Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.QS. al-Baqarah [2]: 195) dan mengutamakan keselamatan jiwa (hifdhun nafs).
Pandemi virus Corona semestinya disikapi secara proporsional. Orang-orangyang beragama dituntut untuk menyelaraskan antara keimanan di hatinya dan rasionalitas akalnya dalam menyikapi permasalahan kehidupan. Kongkretnya, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan kebijakan pemerintah terkait penanggulangan virus Corona harus dipatuhi. Orang-orang yang ahli di bidang sains diwajibkan menggunakan temuan ilmiahnya untuk kemaslahatan bersama, bukan untuk kesenangan segelintir individu maupun kelompok tertentu.
Sedangkan aparat negara diharuskan menerapkan kebijakan responsif dan akurat yang berpihak pada kepentingan masyarakat luas, termasuk pemberlakuan lockdown terhadap suatu wilayah terjangkit, memberikan pemahaman keagamaan yang rasional kepada publik, serta mengoptimalkan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi demi terciptanya kedamaian kehidupan manusia dan alam semesta dengan membuat regulasi yang tidak memberi peluang kepada eksploitasi sumber daya alam yang dapat mengakibatkan kemarahan Tuhan dan kemurkaan alam (bencana ekologis).*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!