Rabu, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 8 April 2020 07:08 wib
3.765 views
Langkah Hebat Kepemimpinan Islam Saat Terjadi Bencana
Oleh:
Dahlia Kumalasari, Pendidik
ANGGARAN negara merupakan satu instrument yang penting untuk mengatur arus kehidupan dalam masyarakat. Apalagi jika suatu negeri diterpa dengan kondisi yang buruk, maka negara harus siap dengan sejumlah pos anggaran untuk digelontorkan guna menuntaskan detail permasalahan yang terjadi. Inilah yang saat ini dialami banyak negara yang diterpa pandemi Covid-19.
Banyak negara tidak siap karena harus berhadapan dengan terpaan badai corona yang menjatuhkan banyak korban jiwa. Pun dengan kondisi ekonomi masyarakat yang mendadak harus berhenti, karena himbauan untuk #TetapDirumah. Adakah di dalam Islam pengaturan terkait masalah anggaran jika negara benar-benar dalam kondisi yang terpuruk?
Sungguh syariah Islam berisi peraturan yang sangat lengkap dan terbukti sanggup menuntaskan setiap permasalahan hidup manusia. Dalam Islam, masalah anggaran atau pembiayaan untuk masyarakat terpusat di Baitul Mal. Dalam buku “Sistem Ekonomi Islam” halaman 317 dituliskan Baitul Mal adalah pos yang dikhususkan untuk semua pemasukan atau pengeluaran harta yang menjadi hak kaum Muslim. Sumber pemasukan tetap Baitul Mal adalah fai, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, dan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya; pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat. Hanya saja, harta zakat diletakkan pada kas khusus Baitul Mal dan tidak diberikan selain untuk delapan kelompok (ashnaf) yang telah disebutkan di dalam al-Qur’an; tidak sedikitpun dari harta zakat tersebut boleh diberikan kepada selain delapan ashnaf tersebut, baik untuk keperluan negara maupun keperluan umat.
Islam Menyelesaikan Krisis Ekonomi
Bagaimana jika negara dihantam dengan bencana, hingga menyebabkan perekonomian negara terpuruk?. Sungguh, kegemilangan peradaban Islam pernah diuji dengan terpaan badai krisis ekonomi. Salah satunya pada masa kepemimpinan Khalifah Umar ra. Buruknya kondisi saat itu bisa dilihat dalam Tarikh Adz-Dzahabi, halaman 274, diriwayatkan dari Aslam : pada tahun kelabu (masa krisis), bangsa Arab dari berbagai penjuru datang ke Madinah. Khalifah Umar ra. menugaskan beberapa orang (jajarannya) untuk menangani mereka. Suatu malam, saya mendengar beliau berkata, “Hitunglah jumlah orang yang makan malam bersama kita.”
‘Orang-orang yang ditugaskan pun menghitung orang-orang yang datang. (Ternyata) berjumlah tujuh puluh ribu orang. Jumlah orang-orang sakit dan yang memerlukan bantuan sebanyak empat ribu orang. Selang beberapa hari, jumlah orang yang datang dan memerlukan bantuan mencapai enam puluh ribu orang. Tidak berapa lama kemudian, Allah mengirim awan. Saat hujan turun, saya melihat Khalifah Umar ra. menugaskan orang-orang untuk mengantarkan mereka ke perkampungan dan memberi mereka makanan dan pakaian ke perkampungan. Banyak terjadi kematian di tengah-tengah mereka. Saya melihat sepertiga mereka mati. Tungku-tungku Umar sudah dinyalakan para pekerja sejak sebelum subuh. Mereka menumbuk dan membuat bubur.’
Memang benar, bahwa kondisi saat itu adalah kondisi yang sangat berat. Dengan pengungsi yang jumlahnya fantastis disusul dengan korban meninggal yang sedemikian banyak, tak terbayangkan beratnya amanah yang dipikul oleh Khalifah Umar ra. Namun, beliau sangat sigap menyelesaikan krisis yang terjadi.
Kecerdasan pemimpin seperti Umar ra juga digambarkan dalam Al-Madinah An-Nabawiyyah Farj Al-Islam 2/37-38 : “Khalifah Umar ra. memberi makanan kepada orang-orang Badui dari Dar ad-Daqiq, sebuah lembaga perekonomian yang berada pada masa pemerintahan Umar. Lembaga ini bertugas membagi tepung, mentega, kurma, dan anggur yang berada di gudang kepada orang-orang yang datang ke Madinah sebelum bantuan dari Mesir, Syam dan Irak datang. Dar ad-Daqiq kian diperbesar agar bisa membagi makanan kepada puluhan ribu orang yang datang ke Madinah selama sembilan bulan, sebelum hujan tiba dan memberi penghidupan”.
Inilah langkah-langkah hebat kepemimpinan Islam saat diuji dengan krisis yang demikian berat. Ternyata, Khalifah Umar ra. tidak berhenti pada keseriusan dan keoptimalan dalam mengurusi rakyatnya, namun sang Khalifah juga terus meningkatkan taqorrub pada Allah Ta’ala agar krisis segera berlalu. Suatu ketika Khalifah Umar ra. mengimami shalat isya bersama para jamaah yang lalu pulang, sementara ia terus shalat hingga di penghujung malam. Setelah itu, Umar keluar rumah mendatangi perkampungan dan meronda. Abdullah bin Umar ra. meriwayatkan, ia berkata : ‘Pada suatu malam di waktu sahur saya mendengar ia berdoa, “Ya Allah, janganlah Kau binasakan umat Muhammad saat saya menjadi pemimpin mereka.” Ia pun berdoa, “Ya Allah, janganlah Kau binasakan kami dengan kemarau dan lenyapkanlah musibah dari kami.” Ia mengulang-ulang kata tersebut. (Dikutip dari Akhbar Umar, halaman 111, dinukil dari Ar-Riyadh An-Nadihirah).
Bagaimana dengan kondisi pribadi beliau sebagai seorang pemimpin? Kita bisa telusuri dalam Al-Hulliyyah, 1/48, diriwayatkan dari Anas, perut Umar bin al-Khaththab selalu keroncongan di tahun kelabu, sebab ia hanya makan dengan minyak. Ia mengharamkan mentega untuk dirinya. Ia memukul perut dengan jari-jarinya dan berkata, ‘berbunyilah karena kita tidak punya apa pun selain minyak hingga rakyat sejahtera.’
Sungguh, saat ini kita benar-benar merindukan kepemimpinan seperti Umar bin Khaththab. Kepemimpinan yang selalu dekat dengan Allah Ta’ala dan amanah dalam menjalankan tanggung jawabnya. Terlebih saat rakyat benar-benar terpuruk dihantam badai krisis.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!