Kamis, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 3 Desember 2020 12:41 wib
3.051 views
Wartawan Mujahid Itu Mendahului Kita
SAYA mengenal Nurbowo (almarhum) sejak mahasiswa di IPB. Tahun 90-an. Orangnya lincah, suka melucu, pintar organisasi dan senang mengaji. Gaya melucunya mirip dengan Pak AM, Prof AM Saefuddin. Lucu yang cerdas.
Bila bicara ia memang kalah pintar dengan dai. Tapi bila menulis, sulit mencari tandingannya. Sejak mahasiswa ia sudah rajin menulis. Tulisan-tulisannya yang bernas bisa ditemui di Majalah Himmah, yang terbit tahun 90-an. Majalah ini dikelola oleh para mantan aktivis Lembaga Dakwah Kampus saat itu.
Sejak di IPB ia sudah biasa berorganisasi. Ia ‘memimpin’ kawan-kawannya dalam pengajian di kampus Dermaga IPB. Membuat lembaga training penulisan dan lain-lain.
Kariernya sebagai wartawan terus menanjak, ketika ia berkecimpung di Dompet Dhuafa. Dari situ kemudian ia bergelut lebih dalam dunia kewartawanan di Tabloid Abadi. Tabloid Abadi adalah tabloid yang diterbitkan Partai Bulan Bintang (PBB) atas sponsor bos Jawa Pos, Dahlan Iskan. Seperti diketahui, ketika masa reformasi, Dahlan mensponsori tabloid banyak partai.
Ketika Tabloid Abadi ‘wafat’, laki-laki kelahiran Wonosobo ini kemudian bersama almarhum Hadi Mustofa (mantan wartawan Republika) membuat Tabloid Khairul Bayan. Tulisan-tulisan bernasnya banyak bertebaran di tabloid itu.
Setelah tabloid ini wafat, ia kemudian merintis Majalah Tazakka milik Laznas Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Pusat. Disitu ia memegang Pemred. Dalam kepengurusan terakhir ini, ia memegang jabatan Ketua Kominfo DDII Pusat. Ketika memegang jabatan Pemred ini, ia mengeluh kepada saya, sulitnya cari wartawan/penulis yang bisa menulis bagus untuk majalah.
Ketika masih di Lembaga Dakwah Kampus IPB dulu saya sering bareng sama dia ‘safari dakwah’ ke Solo. Terakhir saya bersama dia, sekitar lima tahun lalu pergi bareng ke Pesantren Elkisi, Mojokerto Jawa Timur.
Ia juga peduli dengan perkembangan pemikiran Islam. Ketika pemikiran Islam INSISTS mengemuka di tanah air beberapa tahun lalu, ia memborong majalah Islamia dari edisi pertama sampai akhir.
Sekitar sebulan lalu, ketika ia membersamai Ketua Umum DDII yang baru Dr Adian Husaini, safari dakwah ke Jawa Timur ia bertanya kepada saya. Kok gak ikut? Saya jawab, gak diajak he he he…Tiga minggu lalu, ketika saya ada acara di Pesantren Elkisi, dia mengirim wa ke saya kok buru-buru pulang ke Depok, ia ingin bertemu dengan saya sebenarnya.
Meski Nurbowo ‘tidak sempat wisuda di IPB’, tapi kecerdasannya diakui. Kata tokoh NU KH Wahid Hasyim, kecerdasan laki-laki itu terlihat di balik penanya. Dan memang jarang wartawan yang tidak cerdas. Bila ia bodoh, maka ia tidak bisa menuangkan gagasannya dengan bagus lewat tulisan.
Kini sahabat kita yang baik hati ini telah pergi menghadap Allah SWT mendului kita. Ia telah banyak menorehkan karya. Tulisan-tulisannya tersebar dalam berbagai buku, majalah, tabloid, buletin dan lain-lain. Semoga karya-kayanya itu menjadi amal jariyah, amal shalih yang mengantarnya ke al Jannah di akhirat sana.
Sahabat kita ini meninggal dunia di masa yang ideal. Di waktu ketika ia bersama dengan pimpinan Dewan Dakwah lainnya, safari dakwah ke Sumatera. Tinggal kini kita bertanya pada diri kita sendiri: Apa yang kita tinggalkan bila sewaktu-waktu kita wafat?
Laki-laki kelahiran 29 Februari 1968 ini, meninggal dalam senyuman. Sebagaimana biasanya bila kita ketemu dengan dia, dia selalu tersenyum. Ia punya riwayat penyakit jantung.
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya),” (QS al Ahzab 23).
Nuim Hidayat, Sahabatnya.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!