Rabu, 2 Jumadil Akhir 1446 H / 19 Juni 2024 16:34 wib
5.285 views
Penjelasan: Bagaimana Pejuang Al-Qassam Lakukan Salah Satu Penyergapan Paling Mematikan Di Rafah
GAZA, PALESTINA (voa-islam.com) - Gerakan perlawanan Hamas yang berbasis di Gaza melancarkan operasi militer baru di kota selatan Rafah, yang kembali memberikan pukulan telak terhadap penjajah Zionis Israel dan pasukan militernya.
Penyergapan mendadak yang dilakukan Brigade Izzuddine Al-Qassam, sayap bersenjata Hamas, mengakibatkan kematian delapan tentara Israel pada hari Sabtu (15/6/2024). Ini adalah salah satu penyergapan paling mematikan sejak 7 Oktober.
Insiden tersebut memicu gelombang reaksi dari pemukim ilegal Yahudi dan tentara Israel, yang menyatakan perasaan putus asa dan duka atas perang yang sedang berlangsung di Gaza, yang telah menewaskan hampir warga Palestina tanpa mencapai tujuan militer apa pun.
Di mana penyergapan itu terjadi?
Menurut pernyataan Brigade Al-Qassam, penyergapan terjadi di Tal al-Sultan, lingkungan barat laut Rafah di selatan Jalur Gaza.
Daerah ini, yang awalnya merupakan proyek perumahan, kini menjadi rumah bagi sekitar 25.000 pengungsi Palestina dan hampir tidak dapat dibedakan dari kamp pengungsi Rafah, yang menampung sekitar 200.000 pengungsi.
Jalur Gaza bagian selatan, yang saat ini menjadi tempat mengungsi bagi sekitar 1,5 juta warga Palestina, telah menderita krisis kemanusiaan yang parah sejak 7 Oktober.
Krisis ini diperburuk oleh agresi Zionis Israel di Rafah pada tanggal 6 Mei dan blokade berikutnya terhadap perbatasan dengan Mesir, yang sebelumnya dilalui oleh semua bantuan kemanusiaan.
Kamp pengungsi Tal al-Sultan menjadi sasaran serangan udara brutal Israel pada akhir Mei, yang menyebabkan sedikitnya 50 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, terbakar hingga tewas di tenda mereka.
Sejak Jum'at pagi, Brigade Al-Qassam dilaporkan terlibat pertempuran sengit dengan pasukan Israel di sebelah barat Tal al-Sultan.
Bagaimana penyergapan itu dilakukan?
Penyergapan tersebut dilakukan pada hari Sabtu pukul 05.00 waktu setempat ketika buldoser militer D9 Israel memasuki jalan-jalan di lingkungan pengungsi dengan tujuan untuk menghancurkan rumah-rumah warga Palestina.
Para pejuang Palestina membiarkan buldoser tersebut menembus lebih dalam ke wilayah mereka sebelum menargetkannya dengan peluru Al-Yassin 105, menyebabkan buldoser tersebut terbakar dan mengakibatkan kematian serta cedera pada awaknya.
Ketika unit penyelamat Israel tiba, sebuah pengangkut personel lapis baja Namer juga menjadi sasaran dan dihancurkan, menewaskan delapan tentara di dalamnya. Menurut Brigade Al-Qassam, Namer terkena peluru Al-Yassin 105, sebuah rudal anti-lapis baja yang dikembangkan oleh gerakan perlawanan Palestina di Gaza.
Sumber-sumber Israel, seperti Channel 13, melaporkan bahwa Namer kelima atau keenam dalam konvoi tersebut terkena ledakan dahsyat yang dikendalikan dari jarak jauh, yang membutuhkan waktu dua jam untuk mencapai kendaraan yang rusak tersebut.
Beberapa akun media sosial Israel mengkonfirmasi laporan Al-Qassam, yang menyatakan bahwa sebuah rudal anti-lapis baja ditembakkan ke kendaraan lapis baja tersebut, langsung membunuh dan membakar delapan tentara di dalamnya.
Situs berita Israel Hadashot Bazman melaporkan bahwa helikopter militer mengangkut jenazah tentara dari lokasi Rafah ke Rumah Sakit Beilinson di Petah Tikva dan Pusat Medis Shaare Zedek di Yerusalem.
Saluran satelit Palestina Al-Aqsa melaporkan bahwa pasukan Israel meningkatkan artileri dan pemboman udara di Rafah untuk menutupi insiden tersebut dan mengevakuasi korban tewas dan terluka.
Tentara Israel akhirnya mengakui tewasnya delapan tentara, termasuk seorang wakil komandan Brigade Teknik 601, dan menyatakan bahwa ini adalah penyergapan paling mematikan dalam beberapa bulan terakhir.
Mereka juga mengkonfirmasi kematian dua tentara dari Brigade 179 di Gaza tengah akibat alat peledak rakitan (IED) dan seorang tentara lain dari Brigade Givati yang mati karena luka-luka yang dideritanya di Rafah, sehingga jumlah total tentara Israel yang tewas pada hari Sabtu menjadi 11 orang.
Apa reaksi terhadap penyergapan tersebut?
Pernyataan resmi Al-Qassam menggambarkan penyergapan tersebut sebagai operasi yang kompleks dan sukses yang menunjukkan ketahanan dan kekuatan gerakan perlawanan.
“Operasi kami yang kompleks dan kualitatif hari ini di Rafah adalah konfirmasi baru atas kegagalan musuh dalam menghadapi perlawanan kami dan pukulan menyakitkan terhadap tentaranya… dan kami masih memiliki lebih banyak lagi,” kata Abu Obeida, juru bicara Brigade Al-Qassam.
Dia mencatat bahwa pejuang perlawanan yang berbasis di Gaza akan melanjutkan “serangan menyakitkan” mereka dan bahwa pasukan Israel tidak akan menemukan apa pun selain penyergapan yang mematikan di wilayah Palestina mana pun.
Brigade Al-Qassam juga mengaku telah menargetkan markas komando Israel di poros Netzarim dengan rudal Rajum jarak pendek 114 mm.
Brigade Al-Quds, sayap militer Gerakan Jihad Islam, menyatakan bahwa mereka berkoordinasi dengan Brigade Al-Qassam menargetkan situs militer Sufa dan Kissufim di Gaza.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggambarkan penyergapan dan hilangnya delapan tentara sebagai “harga yang mahal” bagi Israel.
Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich menyebut penyergapan itu sebagai “harga perang yang mahal,” mengungkapkan rasa frustrasinya dan menyerukan “penghancuran total musuh.”
Dalam sebuah terobosan yang tidak biasa dari garis yang biasa, juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengakui pada konferensi pers, "Harus dikatakan terus terang: kita tidak dapat mengembalikan semua tawanan melalui cara operasional militer."
Empat hari sebelumnya, rezim Israel mengakui empat tentara tewas dan tujuh tentara terluka dalam penyergapan lain di Rafah, ketika sebuah bangunan jebakan runtuh menimpa mereka.
Pukulan mematikan bagi pendudukan Israel
Penyergapan hari Sabtu menandai hari paling mematikan bagi pasukan Israel sejak Januari ketika 21 tentara Israel tewas dalam satu serangan oleh pejuang Palestina di Gaza tengah.
Menurut klaim rezim Tel Aviv, setidaknya 307 tentara Israel telah tewas dan ribuan lainnya terluka sejak awal konflik di Gaza lebih dari delapan bulan lalu.
Organisasi Israel Nifgashim melaporkan bahwa ribuan tentara Israel yang kembali dari Gaza menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD), dan lebih dari 10.000 tentara cadangan telah meminta layanan kesehatan mental.
Kolumnis Israel Gideon Levy mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pembunuhan delapan tentara adalah “harga yang mahal,” dengan alasan bahwa semakin banyak orang Israel yang tidak puas dan takut ini akan menjadi perang yang tidak ada habisnya.
Profesor Mohamad Elmasry yang berbasis di Doha mengatakan kepada media Qatar bahwa serangan hari Sabtu itu menunjukkan bahwa tujuan perang Israel untuk menghancurkan Hamas masih sulit dicapai setelah delapan bulan pertempuran.
Dia mengutip para pejabat intelijen AS yang mengatakan sekitar 70 persen kekuatan tempur Hamas masih utuh, dan gerakan perlawanan telah mampu merekrut ribuan anggota baru.
Hallel Biton Rosen, seorang jurnalis Israel, menulis pesan pribadi setelah berbicara dengan perwira Israel di Rafah:
“Delapan bulan delapan hari saya telah meliput perang ini. Lebih dari sekali saya mendengar dari para perwira senior, beberapa di antaranya sangat senior, mengkritik terhadap perilaku para pengambil keputusan di eselon politik dan keamanan – apa yang saya dengar malam ini benar-benar berbeda. Ini adalah krisis kepercayaan, kemarahan, dan frustrasi yang besar."
“Mengenai apa yang dikatakan oleh para perwira itu sendiri, itu adalah gabungan antara rasa jengkel, pengakuan atas kegagalan, kekecewaan, keputusasaan, kebencian, dan ketidakpercayaan yang mendalam.” (ptv/Ab)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!