Ahad, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 31 Juli 2016 16:15 wib
6.803 views
Uni Emirat Arab Diduga Danai Komplotan Kudeta Gagal di Turki
ANKARA, TURKI (voa-islam.com) - Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) berkolaborasi dengan komplotan kudeta di Turki sebelum upaya gagal itu diluncurkan, menggunakan pemimpin Fatah yang diasingkan, Mohammed Dahlan sebagai perantara ke cendekiawan berbasis di AS yang dituduh oleh Turki mendalangi plot tersebut, sumber yang dekat dengan salah satu dari intelijen Turki mengatakan kepada Middle East Eye Jum'at (29/7/2016).
Dahlan diduga telah mentransfer uang ke komplotan di Turki dalam beberapa pekan sebelum upaya kudeta dan telah dikomunikasikan dengan Fethullah Gulen, cendekiawan yang dituduh oleh Turki telah mendalangi plot, melalui seorang pengusaha Palestina yang berbasis di AS.
Identitas pria ini, yang dekat dengan Dahlan, diketahui layanan intelijen Turki.
Sepanjang malam kudeta pada 15 Juli, media pan-Arab yang berbasis di Dubai termasuk Sky News Arab dan Al Arabiya melaporkan bahwa kudeta terhadap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan yang berkuasa telah berhasil.
Pada satu titik, media yang dipengaruhi oleh UEA itu mengklaim bahwa Erdogan telah melarikan diri negara itu, meski hal itu adalah bohong. Bagaimanapun, tidak ada pernyataan bahwa media-media tersebut terlibat dalam kudeta.
Butuh 16 jam bagi pemerintah UEA - hanya satu jam setelah pernyataan Arab Saudi - untuk mengutuk kudeta tersebut dan mendukung Erdogan sebagai presiden sah Turki.
Menurut sumber yang berbicara kepada MEE, UEA kemudian melancarkan operasi untuk menjauhkan diri dari Dahlan.
UEA menunjukkan pada media sosial bahwa ada "kemarahan dengan Dahlan". Tak lama setelah itu, dia dipaksa untuk meninggalkan UEA dan dipahami saat ini berada di Mesir.
Dahlan adalah mantan pemimpin partai politik Palestina, Fatah yang diasingkan dari Gaza dan Tepi Barat dan diduga memiliki hubungan dekat dengan putra mahkota Abu Dhabi, Mohammed bin Zayed al-Nahyan.
Dia diduga telah digunakan sebagai saluran untuk dana dan komunikasi UEA dalam berbagai operasi di seluruh Timur Tengah.
MEE melaporkan pada Mei bahwa UAE, Yordania dan Mesir telah mengidentifikasi Dahlan sebagai penerus favorit untuk menggantikan pemimpin Fatah saat ini, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
Dahlan juga terkait dengan upaya untuk menyalakan perang saudara di Libya. Dalam rekaman rahasia Abbas Kamel, manajer kantor Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, Kamel mengungkapkan bahwa Dahlan, didampingi oleh tiga orang, diam-diam mengunjungi Libya dengan jet pribadi.
Kamel merekomendasikan bahwa seorang pejabat militer mengizinkan Dahlan meninggalkan bandara Libya secara rahasia. Kamel mengatakan Dahlan sudah menyebabkan masalah bagi pemerintah Mesir karena ia melakukan perjalanan "atas perintah dari UEA, yang memonitor semua gerakannya".
Sejak kegagalan kudeta, Uni Emirat Arab telah mencoba untuk memperbaiki hubungan dengan Ankara. Salah satu aksi mereka adalah dengan menahan dua jenderal Turki di Bandara Internasional Dubai karena dicurigai memiliki hubungan dengan kudeta.
Mehmet Cahit Bakir, seorang mayor jenderal di komando Turki Task Force Afghanistan, dan Sener Topuc, seorang brigadir jenderal di komando Train, Advise and Assist Command di Kabul, dideportasi kembali ke Ankara.
UAE bahkan lebih takut atas reaksi yang mungkin datang setelah pembersihan para tentara Turki terkait kudeta yang Erdogan sedang lakukan saat ini.
Sebuah sumber informasi mengatakan kepada MEE: "Mereka sekarang merasa bahwa Erdogan berkuasa penuh. Mereka tidak suka dia secara pribadi dan menganggapnya sebagai orang yang akan berusaha untuk membalas dendam. Setelah Erdogan telah membersihkan kandang, mereka pikir dia kemudian akan membidik orang-orang luar negeri yang mendukung kudeta."
Sebanyak 126 jenderal telah ditangkap sehubungan dengan kudeta. Ini mewakili sekitar sepertiga dari semua jenderal di angkatan bersenjata Turki.
Pengungkapan tentang percakapan Dahlan dengan pengusaha Palestina di AS sebelum kudeta juga bisa meningkatkan tekanan Washington untuk mempertimbangkan permintaan Turki untuk ekstradisi Gulen.
Menteri Luar Negeri dan Kehakiman Turki akan melakukan perjalanan secara pribadi ke AS untuk menuntut ekstradisi Gulen, tetapi untuk membuatnya sukses mereka harus menghadirkan bukti prima facie daftar tuntutan pidana kepada seorang hakim AS, dan bukti bahwa tuduhan serupa itu ada di bawah hukum AS.
Jika tuduhan itu membersihkan rintangan tersebut, Gulen masih punya peluang untuk membela diri dari dakwaan yang bersifat politis dan bahwa ia tidak bisa dijamin dari pengadilan yang adil di Turki. (st/MEE)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!