Senin, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 11 November 2019 11:28 wib
3.479 views
Iuran BPJS Melambung Tinggi, Rakyat Gigit Jari
Oleh:
Sri Lestari, ST
Wirausaha dan Pemerhati Sosial
LAGI-LAGI kenaikan iuran BPJS menjadi isu seksi dan selalu naik daun. Kesehatan yang menjadi kebutuhan kini menjadi persoalan yang wajib dibicarakan. Kini kenaikan iuran BPJS seolah menjadi keputusan yang sangat tepat dalam menangani kesehatan.
Kesehatan diperlukan oleh setiap manusia bagaikan kebutuhan makan. Isu kenaikan iuran BPJS benar-benar mengejutkan hati dan menyakitkan hati. Bagaimana tidak, ditengah kesulitan ekonomi yang menggigit rakyat nantinya harus membayar iuran kesehatan yang melambung tinggi.
Kenaikan premi BPJS Kesehatan ini telah diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani pada 24 Oktober 2019.
Dikabarkan mulai 1 Januari 2020, iuran BPJS Kesehatan naik hingga lebih dari dua kali lipat. Adapun besaran iuran yang harus dibayarkan yaitu Rp 160.000 untuk kelas I dari sebelumnya Rp 80.000, sedangkan pemegang premi kelas 2 harus membayar Rp 110.000 dari sebelumnya Rp 51.000. Kelas 3 sedikit lebih beruntung karena kenaikan yang dialami lebih kecil, yakni dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Kenaikan ini disinyalir sebagai akibat kinerja keuangan BPJS Kesehatan yang terus merugi sejak lembaga ini berdiri pada 2014. Tahun ini, BPJS Kesehatan diprediksi akan mengalami defisit hingga Rp 32,8 triliun. Oleh karena itu, diperlukan stimulus agar lembaga tersebut dapat tetap berjalan melayani masyarakat yang membutuhkan fasilitas kesehatan.
Menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf, kenaikan iuran ini diyakini akan memperbaiki postur keuangan mereka. "Jangan ragu iuran naik, defisit tak tertangani. Ini sudah dihitung hati-hati oleh para ahli," kata Iqbal di Jakarta. KOMPAS.com.
Melihat kenaikan iuran BPJS yang melambung tinggi tidak dipungkiri dapat melahirkan persoalan baru. Diantaranya: Masifnya masyarakat menurunkan kelas mereka karena merasa tidak mampu membayar premi yang dibebankan, munculnya tunggakan yang lebih besar, dan rumah sakit akan semakin kwalahan dalam menangani pasien. Sebab para peserta BPJS Kesehatan diduga akan memilih turun ke kelas 3 yang sebetulnya sudah diisi pasien penerima bantuan iuran (PBI).
Selain itu, kenaikan iuran BPJS yang melambung tinggi juga akan menambah beban hidup rakyat. Penampakannya, rakyat diberi pelayanan kesehatan tetapi dalam realitanya rakyat sendiri yang menanggung beban kesehatan. Hal demikian tampak setiap bulan rakyat harus membayar iuran BPJS dan dari iuran itu layanan kesehatan akan diperoleh.
Mendapatkan layanan kesehatan secara cuma-cuma seolah jauh dari angan-angan. Hal demikian dirasakan karena sistem yang berlaku saat ini adalah kapitalis yang identik dengan bisnis. Penanganan layanan kesehatan diserahkan kepada badan BPJS yang bertujuan mendapat untung. Sehingga penyelesaian masalah kesehatan berujung dengan menaikkan iuran yang akhirnya memberi beban kepada rakyat dan membuat rakyat gigit jari karena sulit memdapat haknya dalam kesehatan.
Islam memandamg kesehatan adalah kebutuhan dasar rakyat. Negara bertanggung jawab untuk memenuhinya secara optimal dan terjangkau oleh masyarakat. Negara memposisikan dirinya sebagai penanggung jawab urusan rakyat, termasuk urusan kesehatan.
Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” (Bukhari dan Muslim)
Negara tidak akan menyerahkan urusan kesehatan pada lembaga asuransi seperti BPJS. Islam meletakkan dinding tebal antara kesehatan dengan kapitalisasi, sehingga kesehatan bisa diakses oleh semua orang tanpa ada kastanisasi secara ekonomi.
Layanan diberikan tanpa membedakan ras, warna kulit, dan agama pasien. Tanpa batas waktu sampai pasien benar-benar sembuh. Perawatan, obat, dan makanan gratis diberikan kepada rakyat secara cuma-cuma tanpa mengurangi kualitas pelayanan. Ini seperti pada masa Sultan Mahmud (511-525 H). Adanya rumah sakit keliling yang dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran, dengan sejumlah dokter. Rumah sakit ini menelusuri pelosok-pelosok negara.
Pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh negara. Dananya diambil dari baitulmal yakni:
Pertama, dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat.
Kedua, dari harta milik negara baik fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat.
Ketiga, dari harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam dan barang tambang. Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak yang hanya dari laki-laki muslim dewasa yang kaya.
Demikianlah, layanan kesehatan dalam Islam yang begitu bagus kualitasnya dan juga gratis. Layanan kesehatan seperti ini hanya dapat terwujud dengan sistem Islam.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!