Home | Redaksi | Advertisement | Kirim Naskah | Pedoman Pemberitaan Media Siber
Facebook RSS
2.342 views

Pasal Karet UU ITE Direvisi, Kebebasan Beropini Menjadi Nyata atau Sekadar Ilusi?

 

Oleh:

Anita Irmawati || Muslimah Bogor

 

SEHARI sebelum Hari Pers Nasional, Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk lebih aktif dalam memberi masukan dan kritik pada pemerintah. "Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik masukan ataupun potensi maladministrasi dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya-upaya perbaikan. Catatan ini sangat penting untuk mendorong peningkatan standar kualitas pelayanan publik di masa yang akan datang," kata Jokowi saat memberi sambutan di Laporan Akhir Tahun Ombudsman RI, Senin, 8 Februari 2021, (Tempo.co, 14/02).

Namun, pada faktanya kebebasan mengkritik kebijakan belum bisa dirasakan. Bahkan, sekadar beropini di media sosial sangat rawan terjerat Undang-Undang ITE. Karena, dunia digital lebih berpengaruh saat ini. Tetapi, adanya UU ITE bak pasal karet yang mampu membungkam opini hingga berakhir dibui. Padahal, beropini sama seperti mengkritik kebijakan pemerintah, tujuannya mengkoreksi dan memperbaiki.

Senada dengan cuitan Twitter presiden ke-enam, Susilo Bambang Yudhoyono.  "Kritik itu laksana obat dan yang dikritik bisa "sakit". Namun kalau kritiknya benar dan bahasanya tidak kasar, bisa mencegah kesalahan," ujar SBY dalam cuitan Twitter, (13/02/21).

Bahkan, Mantan Wapres Jusuf Kalla mempertanyakan bagaimana mengkritik tanpa dipanggil polisi. "Tentu banyak yang ingin melihatnya, bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi? Seperti yang disampaikan Pak Kwik (Kian Gie), dan sebagainya," ujarnya.

Mengkritik saat ini bukan hanya dengan menulis surat atau berdemonstrasi di depan gedung pemerintahan. Tetapi, di era digital ini, mengkritik bisa dalam surat terbuka melalui postingan media sosial. Sayangnya, jangankan melalui surat secara pribadi lewat demontrasi pun sering kali kritik tak ditanggapi. Apalagi ditindaklanjuti dengan baik. Sama halnya nasib kritik melalu media sosial.

Kebebasan mengkritik di media sosial seperti terbungkam dengan adanya Undang Nomor 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Karena, dalam undang-undang tersebut terdapat pasal kontroversi dengan sanksi yang tak tanggung diberikan.

Seperti pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik dengan hukuman penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 750 juta. Dan pasal 28 ayat (3) UU ITE tentang ujaran kebencian dengan hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Berdasarkan perincian data dari Safe.net, dari 324 kasus pidana di UU ITE, sebanyak 209 orang dijerat dengan pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik dan sebanyak 76 kasus dijerat dengan Pasal 28 ayat (3) UU ITE tentang ujaran kebencian, (kontan.co.id, 15/02).

Ancaman pencemaran nama baik, hoaks, dan ujaran kebencian menjadi momok dalam beropini. Lagi-lagi undang-undang tersebut menjadi rujukan terhadap kasus-kasus dalam aktivitas sosial media. Multitafsir tak bisa dihindarkan, bahkan bisa jadi memutarbalikkan fakta. Dimana pelaku bisa jadi korban, korban bisa jadi pelaku, dan saksi bisa jadi tersangka.

Jeratan undang-undang ini mengharuskan masyarakat untuk berhati-hati dalam bermedia sosial. Bahkan, mengindari kata-kata yang bisa melanggar standar komunitas. Tentu, jika mempostingnya bisa terjerat. Karena persekusi terhadap ulama, kritikus, aktivis, hingga masyarakat bisa berakhir bui akibat undang-undang ini. Kebebasan hanya menjadi ilusi. Apalagi melayangkan kritik bisa berakhir dijemput polisi.

Peluang merevisi UU ITE menjadi angin segar dalam kebebasan beropini. Perintah Presiden Jokowi agar Kapolri lebih selektif dalam menyikapi laporan yang merujuk pada UU ITE ini. Pasalnya banyak masyarakat saling lapor dengan rujukan hukum yang sama karena pasal tersebut bisa multitafsir. Sehingga, keputusan hakim akan berbeda-beda.

Dari sini jelas, adanya aturan kebebasan bisa menjadi kebablasan. Atau bisa jadi hanya seperti nama tanpa makna. Karena mengkritik adalah tugas masyarakat untuk memperbaiki pengurusan negara. Seharusnya, pemerintah tak perlu merasa sakit hati atau menghukumi dengan dalih hoaks, pencermatan nama baik, hingga ujaran kebencian. Karena kritik itu akan 'pedas' dan tidak enak.

Maka dari itu, keadilan dan kebebasan bersumber pada hukum yang digunakan. Saat kita menyaingi aturan Tuhan, dengan dalih aturan manusia lebih baik pengaturannya. Terbukti, aturan manusia tak bisa mengatur kehidupan. Bahkan, bisa jadi bumerang, mulai dari multitafsir hingga berat sebelah dalam penegakan keadilan. Kritik adalah cara terbaik untuk mengetahui sejauh mana kinerja pemerintah. Maka, gunakan bahasa yang santun dalam mengkritiknya. Juga, pemerintah tak perlu geram dan merasa terpojokan.*

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Citizens Jurnalism lainnya:

+Pasang iklan

Gamis Syari Murah Terbaru Original

FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id

Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas?

Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com

Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online

Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com

NABAWI HERBA

Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%. Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Ustadzah Salma Khoirunnisa, salah satu pengajar di Pesantren Tahfizul Quran Darul Arqom Sukoharjo mengalami kecelakaan. Kondisinya masih belum sadar, dan sempat koma selama 5 hari karena diperkirakan...

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Diawali dengan berniat karena Allah, berperan aktif menebarkan amal sholeh dan turut serta membantu pemerintah memberikan kemudahan kepada umat mendapatkan pelayanan kesehatan, maka Ulurtangan...

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Rafli Bayu Aryanto (11) anak yatim asal Weru, Sukoharjo ini membutuhkan biaya masuk sekolah tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Namun kondisi ibu Wiyati (44) yang cacat kaki tak mampu untuk...

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Alhamdulillah, pada Sabtu, (18/11/2023), Yayasan Ulurtangan.com dengan penuh rasa syukur berhasil melaksanakan program Sedekah Barangku sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama umat Islam....

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Sungguh miris kondisi Arga Muhammad Akbar (2) anak kedua pasangan Misran dan Sudarti ini, sudah sebulan ini perutnya terus membesar bagai balon yang mau meletus. Keluarganya butuh biaya berobat...

Latest News

MUI

Sedekah Al Quran

Sedekah Air untuk Pondok Pesantren

Must Read!
X