Kamis, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 24 Maret 2016 15:57 wib
9.395 views
Dinilai Gagal, 34 Asosiasi Nelayan Nasional Tuntut Lengserkan Menteri Susi Pudjiastuti
JAKARTA (voa-islam.com) - Publik awam, termasuk Presiden RI Jokowi dan menteri anggota kabinet, kecuali Wapres Jusuf Kalla, belum tahu soa kisruh yang diakibatkan moratorium Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Pasca Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IV DPR RI pada Kamis (25/2/2016) silam, pelaku usaha perikanan kompak menentang sejumlah peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti karena dinilai merugikan mereka.
Para pelaku usaha dari 34 asosiasi nelayan dan masyarakat perikanan ini membentuk GERNNAS MAPI (Gerakan Nelayan Nasional dan Masyarakat Perikanan Indonesia) karena tak cukup puas mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena eberapa kebijakan Menteri Susi telah merugikan, contohnya potensi kerugian pelaku usaha perikanan ikan kerapu sebesar 45 juta dollar AS per tahun.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wajan Sudja mengatakan, setiap tahun, pembudidaya kerapu mengekspor 4.600 ton ikan tersebut dengan nilai 45 juta dollar AS. Produksi kerapu tersebar dari Maluku Utara, Maluku Selatan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, Sumatera, hingga Natuna.
18 Bulan Nelayan Tak Melaut, Ini Asal Muasal Kisruhnya
Sejak terbitnya Permen Nomor 57 Tahun 2014 pada Desember 2014, yang melarang bongkar muat di tengah laut atau transhipment, para pembudidaya ikan tidak dapat lagi melakukan ekspor.
Sementara itu, ekspor dengan pengiriman via udara berbiaya terlalu tinggi. Bila peraturan itu tidak dicabut, Wajan mengklaim, ikan kerapu tidak dapat dipasarkan sehingga lebih dari 100.000 produsen lokal terancam bangkrut.
Para pembudidaya ikan kerapu juga khawatir para pembeli ikan kerapu akan beralih ke negara lain, seperti Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Dengan demikian, dalam waktu dekat, pasokan ikan kerapu dunia dapat direbut dan dikuasai oleh negara-negara tersebut.
"Padahal, Indonesia adalah pemasok bibit-bibit ikan kerapu ke negara-negara ini," tambahnya.
Abilindo mendesak DPR menekan Menteri Susi untuk meninjau kembali keputusan tersebut. Terlebih lagi, kebijakan itu tidak mengajak pengusaha duduk bersama dan memberikan waktu sosialisasi yang memadai. Justru regulasi baru ini mengurangi harga produk hingga sebesar 25 persen dibandingkan yang bisa dijual oleh Malaysia.
Selain Asosiasi Ikan Kerapu, para produsen lobster juga akan ikut bersama mengadukan nasibnya ke DPR. Kepala Dinas Keluatan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat (NTB) Aminullah mengatakan, Permen Nomor 1 Tahun 2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan juga berpotensi mematikan mata pencaharian para nelayan di wilayah NTB.
Tak hanya itu, Menteri Susi dinilai menghambat perijinan kapal nelayan yang menyebabkan pasokan bahan baku untuk industri pengolahan ikan anjlok 85%, "Pasalnya aturan-aturan Menteri Susi dinilai menghambat perijinan kapal nelayan yang menyebabkan pasokan bahan baku untuk industri pengolahan ikan anjlok 85%, sehingga produksi cold storage dan pengalengan ikan tinggal 15% yang jalan." ujar Wajan Sudja dari Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo).
"Akibatnya nelayan, buruh pengolahan ikan dan pengusaha dirugikan, serta negara kehilangan devisa dan penerimaan pajak. Perpanjangan perijinan kapal nelayan yang sebelumnya selesai dalam 14 hari, sekarang dihambat Susi menjadi 6 sampai dengan 11 bulan, walaupun sudah bayar PNBP dimuka." tambah Wajan dalam status Facebooknya (24/3).
Tanpa ijin SIPI, kapal nelayan tidak bisa dioperasikan, bisa disita negara. Industri perikanan yang dibangun puluhan tahun dihancurkan Susi. Hancurnya industri perikanan Indonesia ditutupi Susi dengan prosesi-prosesi pengeboman kapal-kapal ilegal yang sudah in kracht.
Benarkah Kejanggalan Kebijakan Menteri Susi Ditutupi Media Nasional?
Susi juga membayar media untuk menutupi berita kehancuran industri perikanan Indonesia. Jurnalis, Pemred dan pimpinan media dibohongi. Beberapa redaktur media ibukota masuk angin. Ekspor perikanan Indonesia 2015, anjlok 37.5%, turun dari 5.8 Milyard US$ menjadi 4 Milyard US$.
Pembohongan publik ini terkuak saat sidak Wapres ke Ambon, Banda, Tual dan Bitung, 16 sd 18 Maret 2016. Susi sudah digarap kepentingan negara besar USA. USA tidak menginginkan ekonomi Indonesia maju. Indonesia berpotensi menjadi raja ikan dunia, namun bukan dari perikanan tangkap, melainkan dari perikanan budidaya. Produksi perikanan tangkap kita sudah tidak bisa ditingkatkan lagi. Selama 30 tahun terakhir sudah mentok di 5.5 juta ton per tahun.
Namun produksi perikanan budidaya bisa ditingkatkan dari 15 juta ton menjadi 60 juta ton per tahun, menguasai 25% pasar dunia yg saat ini besarnya 160 juta ton per tahun, dan menurut FAO akan tumbuh menjadi 190 juta ton per tahun di 2024.
Namun Susi tidak mengembangkan perikanan budidaya. Dia hanya senang menjadi selebrity peledakan kapal-kapal ilegal saja. Anggaran pengembangan perikanan budidaya di KKP, hanya Rp. 1.67 Triliun, 10% dari total APBN KKP, padahal 75% produksi perikanan dihasilkan dari perikanan budidaya.
Salah satu contoh aturan busuk Susi, ukuran kapal nelayan dibatasi maksimum 150 GT dst. Akibatnya biaya operasi penangkapan dan angkutan ikan menjadi termahal didunia. Negara-negara maju ukuran kapal nelayannya 500 hingga 14.000 GT. Efisien, dan aman. Kapal kecil tidak mungkin aman berlayar di laut ZEE dan laut lepas.
Akibat pembatasan ukuran kapal, maka laut ZEE kita akan kosong dan tidak ada yang menjaga dan mudah dimasuki kapal-kapal negara lain, termasuk kapal perang mereka. Menurut UNCLOS 1982, jika Indonesia tidak memanfaatkan perairan ZEEnya, maka negara lain bisa memanfaatkannya.
Tanpa beroperasinya kapal angkut, yang dibutuhkan untuk mengangkut ikan tangkapan nelayan dari Indonesia Timur ke unit-unit pengolahan ikan di Bitung dan Pulau Jawa, maka hasil tangkapan nelayan akan jadi sia-sia dan industri pengolahan ikan mati karena kekurangan bahan baku. Masih banyak lagi aturan Susi yang menghancurkan perikanan Indonesia.
Total ada 57 aturan Susi yang merupakan titipan LSM melalui tim swasta.
Birokrat KKP tidak dilibatkan dalam penyusunannya, stakeholder juga tidak dilibatkan. USA dan negara-negara maju lainnya tidak menginginkan Indonesia yang kaya akan sumber daya alam menjadi makmur, agar mereka tetap bisa menguasai dan mengeksplorasi kekayaan alam kita. Jika kita makmur maka Indonesia tidak akan lagi mengeksport bahan mentah. Indonesia akan mengembangkan sendiri industri pengolahan sumber daya alamnya, lalu mengeksport produk jadi ke negara-negara maju.
Negara-negara maju tidak menginginkan Indonesia menjadi negara produsen. Indonesia hanya boleh jadi negara pasar bagi produk-produk negara maju. Susi senang menjadi antek kepentingan asing. Dubes USA sudah mengatur Susi tampil memberi kuliah umum di MIT Boston. Namun sudah diatur tidak ada tanya jawab. Mengapa tidak boleh ada tanya jawab?
Mereka takut niat busuknya akan terbongkar. Moratorium perpanjangan ijin kapal import adalah langkah untuk mematikan industri perikanan Indonesia.
Kapal-kapal import milik Indonesia adalah tulang punggung pemasok bahan baku industri pengolahan kita. Larangan masuk kapal buyers ikan kerapu hidup dari Hong Kong adalah langkah untuk mematikan usaha budidaya di desa-desa pesisir pelosok Indonesia, untuk tetap memiskinkan rakyat pedesaan Indonesia.
Begitu juga larangan menangkap benih lobster untuk di budidayakan adalah untuk tetap memiskinkan rakyat pedesaan Indonesia. NTB, NTT dll dibuat tetap jadi propinsi TKW. Begitu juga larangan penggunaan alat tangkap cantrang, ditujukan untuk memiskinkan warga desa-desa pesisir Indonesia.
Wajan Sudja
Sekjen ABilindo
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!