Rabu, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 7 November 2018 21:25 wib
5.804 views
Prabowo Itu Presiden Cerdas
Oleh: Neno Warisman
Untuk Indonesia yang adil makmur
Bismillah.
Bismillah.
Bismillah.
Ada orang yang menjadi Presiden dimasa lalu, semua pidatonya dia baca kecuali satu, kalau ia bertemu dengan para petani, maka wajahnya langsung seperti matahari pagi. Sumringah. Dan ia bisa bicara tanpa teks lagi. Kenapa? Karena ia lahir dan tumbuh di lingkungan itu. Ia nyaman dan terampil berbahasa dengan lingkungan pertamanya.
Setiap manusia memiliki lingkungan pertamanya yang membuat ia merasa nyaman dan trampil dengan idiom-idiom tempat ia bertumbuh dan berkembang.
Ada Presiden yang lain, walau sebentar jabatannya, kalau pidato berjam-jam bisa dan tanpa teks pula, namun terkhusus ia menguasai bidang teknologi dan itu merupakan passion nya sehingga ia sangat terampil pula dengan idiom-idiom dunia teknologi yang ia kuasai secara prima. Ia hebat disana.
Ada lagi Presiden yang jika pidato, maka ia mengikuti gaya pendahulunya, selalu saja pakai teks. Tapi mungkin karena seringnya ia harus berpidato, dan tak sempat ikut mendiskusikan apalagi mungkin membuat pidatonya, sehingga nampak benar di wajah, saat membaca, sering salah menekankan makna. Kalimat-kalimat sering terpotong pada tempat yang tidak seharusnya dan bahkan dalam banyak kesempatan, rakyat sampai curiga, jangan-jangan ia tidak benar-benar faham apa yang ia baca.
Ada pula Presiden yang sangat genius dan diakui jika pidato memang tidak berapi-api tapi sarat makna dan penuh tanda. Kalimat-kalimatnya cerdas, retorikanya membuat kita harus berhenti sejenak untuk berpikir, lalu sedetik dua detik kita pun dapat tergelak-gelak karena sering mengacak-acak logika kita dengan kalimat/kalimat yang mengejutkan.
Kita mengakui kecerdasannya.
Dan ada satu lagi Presiden yang sangat perapih. Segalanya tertata semua pidatonya telah terlatih dan terkuasai. Namun sayangnya, seperti hambar karena terlalu penuh persiapan dan latihan. Nyaris sulit menemukan ledakan jiwa patriot disana! Tak ada bahasa dan jiwa ksatria pembela rakyat jelata yang dirindukan oleh masyarakat secara menyeluruh. Bukan hanya kaum miskin tapi juga orang kaya yang punya hati dan punya kepala berisi kesadaran bernegara, mereka mendambakan seorang pemimpin negara yang mampu merebut jiwa mereka semua.
Kita semua mengangguk sepakat, daun dan tetes air hujan serta awan berarak pun akan sepakat bahwa bagi seorang pemimpin, pidato dari jiwanya yang bukan kalimat yang sekedar dibaca dari teks ditangannya , ditunggu-tunggu.
Seperti Pak Karno dulu. Beliau memang orator ulung. Seperti Bung Tomo. Seperti Buya Hamka. Seperti banyak pahlawan bangsa yang sekaligus orator ulung.
Gairah darah rakyat yang bergelora mendengar pidato pemimpinnya, itulah yang menghadirkan cinta.
Dan orang yang memiliki sekaligus genre suara yang bagus mantap berwibawa, pembawaan pun dalam bertutur kata menwakili adanya jiwa patriot yang menyala, dan tetap ada canda dan kadang anekdot yang disampaikan sebagai bumbu penyegar, saya temukan pada diri
Pak Prabowo Subianto, calon Presiden NKRI 2019-2024 Insya Allah.
Dengan banyak kosa bahasa negarawan, yang bukan hanya retorika hafalan, Pak Prabowo sejujurnya memiliki kapasitas orasi yang baik sekali.
Tentu itu dipasok juga oleh banyak analisa, data dan angka, namun jika itu bukan jiwa yang ter_installed_ pada diri seseorang maka akan terasa sebagai sebuah tempelan saja.
Prabowo , tidak. Pidato-pidato Pak Prabowo jauh dari kesan tempelan.
Jika dikemukakan data atau analisa, maka kalimat-kalimat yang keluar itu telah menyatu dengan sikap dan pikiran serta jiwanya yang menjadikan kata itu mampu menyentuh kedalaman pikiran dan hati pendengarnya.
Saya awalnya bukan seorang peminat pidato beliau. Namun belakangan saya memperhatikan , pidatonya memiliki daya “sihir” yang memukau.
Kapasitas itu tentu tidak begitu saja terbentuk secara otomatis dan tersedia terberi begitu saja tanpa ada yang membentuknya .
Saya ragu beliau bisa cerdas jika tidak ada etos kebiasaan membaca yang dibangun sejak lama. Sejak muda.
Seseorang itu tergantung pada lingkungan pertamanya. Saya curiga Pak Prabowo memiliki lingkungan pertama di buku, di ilmu, di peradaban membaca.
Karena retorika yang baik hanya mungkin dimiliki oleh seorang yang memiliki kapasitas keilmuan dan keahlian yang kemudian menghantarkannya menjadi pemilik retorika yang bermakna.
Saya kaget melihat catatan yang terbaca tidak sengaja, ditulis dalam catatan itu sejak berusia 16 tahun ia telah bergabung dengan para mahasiswa membentuk organisasi yang memperjuangkan rakyat!
Wow!
Rupanya sejak lama, ia adalah seorang yang kepala dan hatinya gelisah melihat kesengsaraan dan ketidak adilan.
Tidak heran kalau begitu, jika ia dulu pergi ke luar negeri maka oleh-oleh yang ia bawa untuk anak buahnya saat ia menjabat sebagai komandan, buku-buku.
Tidak heran maka jika ia mencintai dan sangat menghormati seorang bernama Prof. Dr. HM. Amin Rais MA, yang merupakan seorang yang memiliki kapasitas keilmuan dan keagamaan yang seimbang dan ia jadikan Pak Amin sebagai bagian dari setiap pemikirannya bagi bangsa dan negara.
Tidak heran jika bertemu sebuah masalah, ia lalu pergi ke perpustakaan dunia, bertanya kepada para ahlinya, berdiskusi dengan banyak orang, banyak tokoh berkaliber internasional di belahan belahan dunia, demi untuk menemukan jawaban atas kesulitan rakyat, kesulitan bangsa dan memformulasikannya menjadi isu-isu dalam pidato-pidatonya.
Itulah pemimpin yang cerdas. Yang membanggakan.
Maka ketika dia berpidato, kita gandrung padanya.
Jika diantara kalimat-kalimat pidatonya ada yang sama dan diulang-ulang, itu adalah hal yang biasa. Punch line tertentu selalu digunakan oleh setiap pemimpin dunia untuk meratakan pemahaman rakyatnya terhadap sesuatu. Dan justru aneh ketika seorang Pemimpin tidak mampu membuat publiknya tidak menemukan kekhasan dari narasi-narasi yang ia bangun.
Seorang pemimpin hanyalah mampu menjadi pemimpin jika ia punya kapasitas kepala yang besar untuk MEMBACA.
Saya tidak melihat hal ini dipentingkan dalam setiap pemilihan Presiden baru di negeri ini. Mudahnya, kalau memilih pemimpin, salah satu kriterianya, perhatikan apa saja buku yang ia baca dan apakah ia selalu punya waktu untuk membaca?
Sebab pemimpin tanpa membaca adalah pendusta. Atau ia didustai oleh sekelilingnya. Atau ia mendustai semua. Termasuk dirinya sendiri.
Kemampuan kecerdasan seorang yang banyak membaca akan nampak pada pidatonya. Jika ia cerdas, maka akan lahir gaya pidato yang kaya. Retorika yang membuat jiwa terbetot-betot bahkan sampai meneteskan airmata atau membuahkan tekad dan pekik semangat.
Orang orang ber ilmu bahasa akan sangat menyukai Presiden yang menguasai pidatonya dengan retorika berisi kalimat-kalimat cerdas luas bernas dan gaya bahasa yang tidak tekstual. Pandai mengambil momentum atau suasana dan bahkan ungkapan lokal yang dekat kepada kebiasaan atau kultur dimana ia berada. Lalu ia mengolahnya menjadi komunikasi yang sekali sekali menohok, menukik, menyentil, mengkritik, satir, metafor, hingga canda dan warna-warna emosi jiwa pendengar dapat dilukisinya dengan kesan keindahan yang mendalam.
Itu hebat.
Ketika ramai soal Pak Prabowo diserang karena spontanitas “tampang Boyolali” dan bahkan diadukan ke polisi, saya ingin katakan disini bahwa perbuatan melaporkan Pak Prabowo tersebut adalah perbuatan yang tidak memiliki dasar keilmuan sama sekali. Dalam hal ini ilmu sintaksis, semantika dan semiotika bahasa.
Begini, kalau ingin tahu makna dan niat dibalik sebuah kata, tanya kepada murid langsung “Dewa” linguistik Noam Chimsky. Di Indonesia ada. Saya bisa
menunjukkannya.
Sejak menjadi koordinator saksi-saksi ahli bahasa untuk persidangan mantan Gubernur DKI BTP, saya menjadi lebih memperhatikan kata dan kalimat yang diucapkan oleh seseorang dengan konteks sebelumnya dan sesudahnya (anafora dan katafora), serta yang terpenting adalah keberadaan intensi (niat) di dalam penggunaan bahkan walau “hanya” sebuah kata.
Nah.
Pak Prabowo mengatakan dua kata “tampang” dan “Boyolali” itu jelas dan terpapar nyata dari anafora dan kataforanya, tidak mengandung sedikit pun “niat” menghina atau melecehkan.
Bahkan sebaliknya, itu adalah ungkapan yang menukik, menohok, menembus ke kedalaman relung jiwa akan adanya keberpihakan dan pembelaan kepada kaum yang tak berdaya, kaum miskin, kaum yang tidak mendapatkan haknya sebagai warga negara yang seharusnya mendapatkan keadilan dan kemakmuran dari kerja para pemimpinnya dalam pemerintahan yang diongkosi oleh uang dan harta rakyat dalam negara ini.
Ungkapan yang dilontarkan Pak Prabowo adalah gaya lokal yang diangkat menjadi sebuah ungkapan menyiratkan rasa tidak terimanya Pak Prabowo terhadap apa yang terjadi pada anak negeri ini yang itu dikatakan jelas jelas, melalui ungkapan “tidak dipercaya kalau masuk hotel mewah”
Itu adalah retorika pemberontakan terhadap ketidak adilan yang terjadi selama ini pada rakyat.
Bahasa “tampang Boyolali” adalah retorika keberpihakan sekaligus pembelaan Prabowo pada rakyat jelata. Kok malah dituntut penghinaan? Orang yang menuntut harus belajar bahasa dulu. Sedikitnya bertanya dulu. Sebab sangat jelas konteks pembicaraannya. Sangat berpihak pada nasib rakyat berupa eksploitasi kekayaan yang tidak dimiliki oleh rakyat Indonesia. Ini dijelaskan cukup rinci dalam pidato beliau dan itu menjadi konteks dimana dua kata yang dipermasalahkan dijadikan alat untuk melaporkan beliau.
Lucu.. dan sekaligus menyedihkan
Nah. Siang tadi, saya hadir di acara Deklarasi Pendukung Prabowo Sandi di Jakarta dan saya berkesempatan mendengarkan pidato beliau dan sejujurnya, saya kembali merasakan kehangatan jiwa pejuang, narasi cerdas dan berani, pembelaan terhadap seluruh rakyat tanpa kecuali, dan mendengar janji Pak Prabowo yang menggunakan kata “Demi Allah” sebelum beliau menyampaikan janjinya sebagai Presiden nanti dan saya yakin Pak Prabowo adalah Presiden yang cerdas nanti dan menggunakan hati nuraninya untuk memimpin negeri ini asalkan ia dikelilingi juga oleh orang-orang cerdas berhati nurani. Bukan orang-orang yang pura-pura cerdas dan suka meninggalkan nurani.
Sebagai seorang koordinator saksi-saksi ahli bidang bahasa, banyak Profesor bahasa yang tetap teguh tak bisa dibeli oleh kekuasaan rejim sehingga ibaratnya, kalau mau diperkarakan sampai lubang semut sekalipun, memperkarakan dua kata dalam pidato Pak Prabowo di Boyolali adalah perbuatan sia sia.
Para ahli bahasa telah siap memberikan keterangan sesuai keilmuannya. Dan menurut salah satu dari mereka yang saya hubungi untuk merespons kasus ini mengatakan, “100% dapat dibuktikan secara bahasa bahwa pidato Pak prabowo tidak sedikit pun memiliki unsur yang dapat dituntutkan atau dituduhkan.
Dengan kejadian ini kita malah jadi sadar, dan bersyukur, telah lahir seorang pemimpin yang cerdas dan berpihak serta mau memperjuangkan nasib masa depan rakyatnya.
Dan sejarahlah nanti yang akan mencatatnya dengan bahagia, kita bangsa Indonesia akhirnya akan memiliki Presiden yang suka membaca, dan memiliki wawasan ilmu yang luas dan kemampuan orasi yang prima, yang tidak akan mempermalukan bangsa ini dimata bangsa bangsa lain di dunia. Amin. Amin. Amin.
Alhamdulillah
Alhamdulillah
Alhamdulillahirobbil alamin
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!